Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

UAH Disorot karena Penjelasannya soal Alat Musik, Begini Hukum Musik Menurut Muhammadiyah dan NU

 

Media sosial terutama facebook dan Instagram beberapa hari terakhir ramai membahas video Ustaz Adi Hidayat (UAH) yang tersirat menyampaikan bahwa musik tidak semuanya haram.

Potongan video yang direkam sekitar 7 tahun lalu itu pun viral kembali dan jadi perdebatan. Tidak sedikit yang membully ulama muda yang dikenal dermawan dan kharismatik itu.

Lalu, bagaimana pandangan Muhammadiyah dan NU terkait alat musik?

Dikutip dari muhammadiyah.or.id Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, menilai bahwa larangan terkait musik sebenarnya ditujukan pada segala bentuk perkataan yang mengajak kepada kesesatan dan kemaksiatan. Dalam konteks nyanyian, jika teksnya memuat pesan yang mengajak kepada kebaikan, maka tidaklah termasuk dalam larangan tersebut.

Meski demikian, penting untuk memperhatikan bagaimana suatu seni disajikan. Larangan bukan terletak pada nyanyian sebagai bentuk seni itu sendiri, melainkan pada cara penyampaian visual dan isi teks yang membawa kepada kemaksiatan.

Di tengah kompleksitas pandangan ini, musik tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Berbagai aliran musik telah menjadi kebutuhan dasar bagi manusia, sekaligus sebagai ekspresi dari rasa keindahan yang melekat pada diri manusia. Pemenuhan terhadap rasa keindahan ini pun merupakan suatu kebutuhan yang tak dapat diabaikan.

Dalam konteks ini, musik bukan hanya menjadi hiburan semata, tetapi juga menjadi jendela yang menghadirkan keindahan dan mendalamnya perasaan manusia. Sebagai bagian integral dari kehidupan, musik terus memperkaya pengalaman manusia dan menyatukan mereka dalam ekspresi yang universal dan mendalam.

Kebutuhan akan musik memang bersifat komplementer, yang pemenuhannya mampu menghias hidup manusia yang sudah normal menjadi lebih indah dan lebih mewah. Ini sejalan dengan konsep maslahah tahsiniyah, yaitu kebutuhan yang tidak vital namun berperan dalam meningkatkan kualitas hidup tanpa membahayakan atau menyebabkan kesulitan.

Seni suara sebagai salah satu bentuk ekspresi indah manusia tidak secara inheren bertentangan dengan ajaran agama. Namun, penting untuk memperhatikan konteks dan penyajian seni tersebut. Dalam hal musik, khususnya penggunaan alat-alat bunyian, hukumnya bergantung pada illatnya atau alasan di balik penggunaannya. Terdapat tiga klasifikasi:

Apabila musik memberikan dorongan kepada keutamaan dan kebaikan, maka hukumnya disunahkan;

Apabila musik hanya bersifat main-main atau hiburan semata tanpa dampak yang signifikan, maka hukumnya biasanya dimakruhkan. Namun, jika musik tersebut mengandung unsur negatif, maka hukumnya menjadi haram;
Apabila musik mendorong kepada perbuatan maksiat atau kemaksiatan, maka hukumnya jelas haram.

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya musik itu diperbolehkan secara kondisional, yang juga berarti bahwa pelarangan terhadapnya juga bersifat kondisional. Artinya, konteks, penyajian, dan dampak musik tersebut menjadi faktor penentu dalam menilai kebolehannya atau keharamannya.

Sementara itu, dilansir dari NU-Online, melalui artikel yang ditulis oleh Ustadz Ahmad Ali MD, disebutkan bahwa sejatinya hukum musik merupakan persoalan ijtihâdiyah, yakni masalah dalam ranah ijtihad (fî majâl al-ijtihâd), dalam arti tidak jumȗd (kaku), melainkan terbuka lebar bagi penafsiran (interpretasi).

Hal ini karena tidak ada nas yang secara qath’i (pasti) dan sharih (jelas) yang melarang musik, bernyanyi dan seni. Telah maklum bahwa pada dasarnya sifat tafsir atau syarah kebenarannya tidaklah mutlak, melainkan nisbi atau relatif (zanni).

Oleh karena itu, pendapat yang membolehkan musik, bernyanyi dan seni relevan digunakan sebagai panduan. Sungguhpun begitu, pendapat yang membolehkan tersebut dan untuk dijadikan panduan itu bukanlah berarti membolehkan secara mutlak, tanpa batasan, melainkan ada batasan atau syarat-syarat pembolehannya.

Kebolehan Musik, Bernyanyi dan Seni Pada dasarnya musik, bernyanyi, dan seni adalah boleh (mubâh). Hal ini setidaknya merujuk pada dua kitab, Ihyâ’ ‘Ulȗm al-Dîn karya Imam al-Ghazâlî (450-505 H/1058-1111 M), dan al-Fiqh ‘al-Madzâhib al-Arba‘ah karya Syekh ‘Abd al-Rahmân al-Jazîrî (1299-1360 H/1882-1941 M). Terdapat sejumlah nama sahabat, tabiin dan ulama yang membolehkan musik. Hujjatul Islam Imam al-Ghazâlî memberi apresiasi begitu tinggi terhadap musik, nyanyian dan seni. Dalam Kitab Ihyâ’ ‘Ulȗm al-Dîn (Juz II, halaman 273), ia menyampaikan kata-kata indah:

Artinya,“Orang yang jiwanya tak tergerak oleh semilir angin, bunga-bunga, dan suara seruling musim semi, adalah dia yang kehilangan jiwanya yang sulit terobati.”

Artinya,“Abû Thâlib al-Makkî mengutip tentang kebolehan mendengar (syair, nyanyian) dari sekelompok ulama. Ada di antaranya sahabat ‘Abdullah bin Ja’far, ‘Abdullah bin Zubair, Mughirah, Muawiyah, dan lainnya. Abû Thâlib al-Makkî mengatakan bahwa banyak ulama salafus salih, baik sahabat atau tabiin, yang melakukan dengan memandangnya sebagai hal baik.

Abû Thâlib al-Makkî mengatakan bahwa ulama Hijaz (Makkah dan Madinah, dahulu) selalu mendengarkan nyanyian pada hari utama dalam setahun, yaitu hari yang diperintahkan Allah untuk menyebut nama-Nya, seperti hari Tasyriq. Demikian pula dengan penduduk Madinah sampai zaman kami saat ini. Hingga kami menemukan Qadli Marwan, dia memiliki beberapa budak wanita yang bernyanyi untuk manusia dan ia siapkan untuk para Sufi.

Atha’ juga memiliki dua budak wanita yang bernyanyi, maka saudara-saudaranya mendengarkan keduanya. Abû Thâlib al-Makkî mengatakan bahwa ada yang bertanya kepada Abû Hasan bin Sâlim, ‘Bagaimana engkau ingkar (melarang) mendengarkan nyanyi, padahal al-Junaid, Sarî Saqathî, Dzun Nûn membolehkan?’ Ia menjawab, ‘Bagaimana aku melarang mendengarkan nyanyian padahal ada orang yang lebih baik dari aku yang membolehkan dan mendengarkan?’ Sungguh ‘Abdullah bin Ja‘far ath-Thayyâr mendengarkan nyanyian. ‘Yang aku ingkari adalah permainan yang ada dalam nyanyian,’” (Ihyâ’ ‘Ulȗm al-Dîn, Juz II, halaman 267). Wallahu a’lam.

Sumber Berita / Artikel Asli : fajar

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Onlineindo.TV | All Right Reserved