Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

'Upaya Menggemukkan Kabinet Prabowo'

 

Selain menggemukkan kabinet dengan merangkul lawan politik Pilpres 2024, kini bergulir wacana Prabowo Subianto bakal menggemukkan kementerian, yang sebelumnya berjumlah 34 menjadi 40 kementerian. Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra membenarkan bahwa perbincangan mengenai wacana tersebut sudah mulai berkembang di kalangan internal Koalisi Indonesia Maju.

“Baru bersifat internal, belum resmi dibahas dengan mengundang seluruh partai KIM. Saya berpendapat struktur kabinet memang perlu dibahas untuk menyesuaikan dengan program-program Pak Prabowo. Masukan boleh saja, tapi keputusan ada di tangan beliau. Bahwa Pak Prabowo menginginkan adanya 40 kementerian, sepenuhnya kita serahkan ke beliau,” ujar Yusril melalui pesan singkat kepada detikX pada Rabu, 8 Mei 2024.

Kendati demikian, politikus sekaligus pakar hukum tata negara tersebut turut menyebutkan penambahan jumlah kementerian mesti melalui proses revisi. Sebab, Undang-Undang Kementerian Negara masih membatasi jumlah kementerian hanya boleh sampai 34.

“Perubahan itu bisa dilakukan oleh Presiden Jokowi dengan DPR sekarang, bisa juga dilakukan dengan perppu oleh Pak Prabowo seketika setelah beliau dilantik. Unsur ‘hal ihwal kegentingan yang memaksa’ dapat dipertanggungjawabkan karena presiden tidak bisa membentuk kabinet dengan segera sebab terhalang dengan pembatasan jumlah kementerian sebagaimana diatur dalam UU Kementerian Negara,” terang Yusril.

Senada dengan Yusril, sebagai anggota dari Koalisi Indonesia Maju, Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia turut sepakat perlu meninjau kembali kebutuhan kementerian. Tujuannya, agar sejalan dengan program-program baru maupun kebutuhan pemerintahan. Sebab, menurutnya, UU Kementerian Negara sejatinya memang perlu diperbarui.

“Tentu saya kira memang sangat pantas kita meng-update soal kementerian itu apakah nomenklatur-nomenklatur kementerian itu masih relevan untuk 5 tahun, 10 tahun yang akan datang. Jangankan 16 tahun, mungkin 5 tahun, 10 tahun saja kan sebetulnya sudah cukup punya alasan kita untuk meng-update-nya,” jelas Doli.

Baru-baru ini, wacana penambahan kementerian mencuat. Salah satu faktornya adalah menjadi rekomendasi Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN).

Dalam rapat kerja nasional (rakernas) di Makassar, Sulawesi Selatan, pada 26-28 April 2024, APHTN-HAN merekomendasikan perlu adanya penambahan 34 hingga 41 kementerian. Misalnya Kementerian Pangan Nasional, Kementerian Perpajakan dan Penerimaan Negara, Kementerian Pengelolaan Perbatasan dan Pulau Terluar, serta Kementerian Kebudayaan.

Di sisi lain, UU Kementerian Negara tersebut ternyata memang sudah masuk dalam daftar Prolegnas periode 2020-2024 di DPR seperti yang tertera dalam laman dpr.go.id, Kamis (9/5/2024). Oleh karena itu, Doli tak sepakat apabila wacana perubahan kementerian ini ramai dikaitkan dengan keperluan bagi-bagi jatah menteri. UU Kementerian Negara lebih dahulu diwacanakan untuk diubah tanpa melihat kondisi perpolitikan hari ini.

“Karena waktu itu kan nggak tahu kita pilpresnya kayak apa gitu lho. Nah, cuma kan tiba-tiba sekarang terdaftar di Prolegnas, terus kemudian dilihat ada usulan dari APHTN-HAN itu. Jadi jangan dikaitkan dengan soal mengakomodasi politik saat ini,” ujar Ketua Komisi II DPR RI tersebut.

Wakil presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka mengakui rencana penambahan kementerian masih dalam pembahasan. Salah satunya terkait dengan kebutuhan kementerian untuk menangani program makan siang gratis. Sebab, program tersebut melibatkan anggaran, distribusi, logistik, serta monitoring yang besar dan tidak mudah.

"Ini makanya harus, kita pengin program ini bener-bener bisa berjalan karena kita pengin program ini bener-bener bisa impactful, bener-bener bisa dirasakan oleh anak sekolah. Tapi tunggu dulu ya. Ini belum pasti kok masalah kementeriannya. Ditunggu saja dulu," katanya.

Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Budiman Sudjatmiko, mengatakan pembahasan terkait kementerian masih terus berjalan. Adapun kemungkinannya tidak harus mengubah UU Kementerian Negara, tetapi dengan menambahkan jumlah badan untuk mengurus program-program pemerintahan yang baru.

“Pak Prabowo yang saya tangkap soal badan pangan dan gizi, itu menjadi sesuatu yang menjadi concernbeliau. Kemudian, perumahan rakyat juga menjadi concern-nya beliau. Desa dan kota. Kalau badan penerimaan negara juga kemungkinan akan dipisah ya. Pajak dan Bea-Cukai mungkin akan disatukan jadi badan penerimaan negara di luar Kementerian Keuangan, itu yang didiskusikan. Tapi apakah sudah final? Belum, ini masih ada sampai Oktober,” tutur Budiman ketika dijumpai detikX di bilangan Jakarta.

Budiman melanjutkan Prabowo meyakinkan program-program strategisnya jangan sampai terhambat karena terlalu birokratis. Prabowo menginginkan program-programnya quick win.

“Quick win dalam artian 100 persen hasilnya cepat tercapai, tapi 100 persen bisa berjalan. Jadi beberapa program strategis, makanya dibentuk beberapa badan baru biar langsung jalan,” ucap mantan politikus PDI Perjuangan tersebut.

Kegelisahan Prabowo, ujar Budiman, terkait dengan berjalannya sebuah program mengacu pada beban birokrasi yang korup dan tidak efisien.

“Ketika beliau berbicara, itu rasanya beliau tuh kayak percuma kita punya cita-cita baik, perencanaan baik, uang besar yang dialokasikan kalau pada akhirnya yang menetes ke bawah separuhnya. Itu concern utama beliau, the only, bahkan mungkin sekarang the only concern,” pungkas Budiman.

Sementara itu, Waketum Partai Gerindra Habiburokhman menanggapi positif wacana penambahan kementerian sejalan dengan tantangan dan target yang kian besar.

"Kalau gemuk dalam konteks fisik seorang per orang itu kan tidak sehat. Tapi, dalam konteks negara, jumlah yang banyak itu artinya besar, buat saya bagus. Negara kita kan negara besar. Tantangan kita besar, target kita besar," kata Habiburokhman di Senayan, Jakarta, Senin (6/5/2024), seperti dikutip dari detikNews.

Ia juga menampik apabila penggemukan ini dikaitkan dengan kebutuhan mengakomodasi dukungan politik. Penambahan pos kementerian tegasnya, merupakan hak prerogatif Prabowo sebagai presiden terpilih.

Lagi pula, menurutnya, memang ada beberapa masukan terkait masalah kementerian saat ini. Misalnya Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), terdapat fungsi-fungsi kedirjenan yang berbeda satu sama lain, bahkan cukup ekstrem. “AHU (Administrasi Hukum Umum) dengan Pemasyarakatan, sebenarnya itu kan agak-agak kurang nyambung," kata Habiburokhman.

Bukan hanya Kumham, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), menurut Habib, perlu ada bidang yang dipisah. "Kan kita bernegara ini berdialektika. Mungkin praktik-praktik yang kemarin perlu disempurnakan, kami akan sempurnakan lagi. Konsekuensinya, ya, itu dia. Bisa ada pengembangan jumlah kementerian dan lembaga," katanya mengakhiri wawancara.

Kabinet ‘Gemoy’ Menguras Anggaran

Adanya wacana penambahan pos kementerian tak terlepas dari kritik sejumlah pihak. Mantan capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo, menilai penambahan jumlah kementerian tak sesuai dengan ketentuan undang-undang.

Meski menduga ada berbagai alasan yang melatari wacana perubahan tersebut, Ganjar skeptis penambahan pos kementerian ini terkait dengan politik akomodasi, berkaca dari pengalamannya sebagai politikus.

"Semua alasan sangat mungkin, tapi kecurigaan publik pasti mengarah ke sana. Wong sudah ada undang-undangnya, kok. Mau apa lagi begitu? Tapi saya paham, karena saya politisi, sangat paham. Pasti politik akomodasi akan dilakukan," kata Ganjar di Galeri Nasional, Jakarta Pusat, pada Rabu, 8 Mei 2024.

Kritik lainnya datang dari eks Menko Polhukam Mahfud Md. Dia mengatakannya di acara 'Seminar Nasional Pelaksanaan Pemilu 2024: Evaluasi dan Gagasan ke Depan' di Universitas Islam Indonesia, Jalan Kaliurang Km 14,5, Kabupaten Sleman.

Mahfud menyebut menteri terdahulu berjumlah 26 kementerian. Seiring berjalannya waktu, bertambah menjadi 34 kementerian. Jika ditambah lagi seusai pemilu, kemungkinannya bisa bertambah terus-menerus di kemudian hari. Ia khawatir semakin besarnya kementerian menjadi celah korupsi baru.

"Karena semakin banyak (menteri) itu semakin banyak sumber korupsi, itu semua anggaran," ujar Mahfud Rabu, (8/5/2024).

Mahfud turut mengingatkan kembali pada rekomendasi Rakernas Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) pada 2019, jumlah kementerian sebaiknya dirampingkan, berbanding terbalik dengan rekomendasi Rakernas APHTN-HAN 2024.

Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti, yang merupakan panitia sekaligus peserta yang turut merekomendasikan perampingan kementerian Rakernas APHTN-HAN 2019, masih bersikap sama hingga sekarang.

enerka Sosok 'Bermasalah' Yang Dimaksud Luhut
'Dua Gugatan Pilpres Satu Tujuan'

“Pembatasan ini kan memang diperlukan, karena kan harus rasional dong. Nggak bisa milih menentukan jumlah kementerian dan lain sebagainya itu sekadar maunya presiden saja. Karena kan implikasinya banyak ya, ke pelayanan publik, ke anggaran, makanya dibatasi,” kata Bivitri ketika dihubungi detikX.

Mengubah kementerian, kata Bivitri, bisa berimplikasi pada banyak hal. Mulai kepastian jabatan dan status ASN yang bekerja di kementerian terkait apabila kementeriannya dipisah. Membangun nomenklatur jabatan minimal dibutuhkan waktu enam bulan hingga satu tahun. Selain itu, berisiko terdapat benturan kewenangan antar-kementerian yang berakibat tidak efisiennya pekerjaan.

“Implikasi anggaran, implikasi kewenangannya, dan implikasi administrasi, termasuk kepegawaian, yang membuat nanti pemerintahan kita menjadi gemuk sekali tidak efisien. Menghabiskan anggaran, padahal justru di saat-saat sekarang itu pertimbangan politik ekonomi justru harus lebih dipakai,” kata Bivitri lugas.

Bivitri menduga wacana penggemukan kementerian ini merupakan dalih untuk bagi-bagi kue, bagi-bagi jatah menteri untuk mengakomodasi dukungan partai politik. Bahkan nantinya kemungkinannya, menurut Bivitri, juga terdapat wakil menteri maupun komisaris atau pejabat setingkat menteri yang baru.

“Buat saya, nggak ada urgensinya karena yang penting intinya itu pelayanan publiknya seperti apa. Bukan soal organisasinya saja. Jadi, kalau suatu kewenangan sudah bisa di-handle oleh suatu kementerian, maka ya sudah selesai, nggak usah dibikin institusi baru karena nanti implikasinya terlalu besar,” pungkasnya.

Sumber Berita / Artikel Asli : detik X

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Onlineindo.TV | All Right Reserved