Sejumlah kalangan terus mengajukan diri sebagai amicus curiae atau sahabat pengadilan pada perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK).
Kamis (18/4) hari ini, 34 aktivis '98 turut mengajukan diri sebagai amicus curiae, di antaranya Ray Rangkuti, Ubedilah Badrun, dan Yusuf Blegur.
"Mahkamah Konstitusi harus menjadi benteng terakhir konservasi demokrasi. Kami melihat ada kejanggalan-kejanggalan, asas-asas dilaksanakan," kata perwakilan aktivisme '98, Antonius Danar Priyantoro, di Gedung MK.
Menurutnya, mengadakan Pilpres bukan sekedar soal selisih hasil suara atau kuantitatif. MK diharapkan dapat mengabulkan permohonan para pemohon, dalam hal ini Paslon Anies-Muhaimin dan Paslon Ganjar-Mahfud, untuk menggelar pemungutan suara ulang.
“Kami juga ingin melihat bahwa Mahkamah Konstitusi dapat mengabulkan apa yang dimohonkan dalam keputusan-keputusannya,” tegasnya.
Pada hari yang sama, amicus curiae juga mewakili Senat Mahasiswa (Sema) Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara. Mereka menilai Pemilu 2024 banyak melanggar pelanggaran dan intervensi kekuasaan.
Unsur rohaniwan juga tergerak menjadi sahabat pengadilan. Di antaranya Habib Muchsin Al Athos dan pendeta Victor Rembeth.
“Ini kezaliman terhadap bangsa dan rakyat Indonesia,” kata Habib Muchsin Al Athos, juga di Gedung MK