Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Otto Sebut Gugatan Anies-Muhaimin Menyakitkan, Rakyat Dituduh Pilih Prabowo-Gibran karena Bansos

 

Tim Pembela Prabowo-Gibran sebagai pihak terkait menyampaikan tanggapan atas permohonan gugatan sengketa Pilpres 2024 yang diajukan Tim Hukum Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.

Tanggapan Prabowo-Gibran ini dibacakan oleh Wakil Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran, Otto Hasibuan dalam sidang lanjutan perselisihan hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (28/3/2024).

Otto menilai permohonan sengketa Pilpres yang disampaikan Tim Hukum Anies-Muhaimin penuh dengan asumsi dan narasi yang terkesan untuk menggiring opini, seakan-akan kekalahan dari pemohon karena adanya kecurangan pemilu.

Tak hanya itu, narasi bantuan sosial atau bansos di balik kemenangan Prabowo-Gibran membuat seakan-akan rakyat yang memilih pasangan capres dan cawapres nomor 2 itu hanya karena adanya bansos.

Hal tersebut, sambung Otto, narasi menyakitkan bagi masyarakat yang telah memilih Prabowo-Gibran.

"Terus terang hal ini sangat menyakitkan dan melukai hati masyarakat Indonesia, dan menafikan mayoritas hak rakyat Indonesia untuk menentukan pilihan dengan bebas," ujar Otto.

"Rakyat Indonesia memilih Prabowo-Gibran sebagai presiden dan wakil presiden karena mereka mencintai dan menginginkan Prabowo-Gibran menjadi presiden dan wakil presiden," imbuhnya.

Otto menegaskan, pilihan tersebut berdasarkan hati nurani, sehingga tuduhan kemenangan Prabowo-Gibran akibat penyaluran kecurangan dan bansos sama saja telah melukai hati masyarakat Indonesia.

"Jadi kalau rakyat dituduh memilih karena adanya bansos karena adanya kecurangan itu melukai hati mayoritas rakyat Indonesia yang memilih Prabowo-Gibran sebagai presiden dan wakil presiden yang mereka cintai," ujar Otto.

Salah Kamar

Otto menegaskan perkara ini seharusnya tidak diajukan ke MK, melainkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI. Sebab isi permohonan tidak sesuai dengan ketentuan UU Pemilu sehingga dapat dikatakan permohonan pemohon adalah salah kamar.

Otto menjelaskan, tidak tepat bila pemohon membawa seluruh persoalan yang berkaitan dengan kecurangan pelanggaran dalam proses pemilu yang menjadi kewenangan dari badan-badan lain kepada MK.

Ini terkait dengan pelanggaran administratif terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang telah diatur secara rinci pada Pasal 463 UU Pemilu.

Mengacu ketentuan Pasal 463 UU Pemilu, maka kewenangan tentang penyelesaian pelanggaran administrasi pemilu TSM yang terjadi mutlak menjadi kewenangan Bawaslu.

Dengan demikian, putusan Bawaslu tentang pelanggaran administratif pemilu yang terjadi TSM harus ada terlebih dahulu, dan harus ada keputusan KPU tentang sanksi administratif berupa pembatalan calon.

"Pada perkara a quo pemohon, terlihat pemohon memasukkan permasalahan yang bukan kewenangan MK. Hal ini dapat dilihat dalam pokok permohonan pemohon yang kesemuanya bukan kewenangan MK," ujar Otto.

Begitu juga dengan petitum pemohon tidak sesuai dengan hukum acara yang berlaku di MK. Otto menilai petitum pemohon telah lari dan menyasar ke mana-mana.

"Terkesan petitum pemohon petitum sapu jagat. Karena pihak-pihak yang tidak terlibat dalam perkara ini diminta pemohon ke MK untuk dihukum atau diperintah untuk melakukan," ujar Otto.

Sumber Berita / Artikel Asli : kompas tv

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Onlineindo.TV | All Right Reserved