Gelombang kritik para civitas academica terhadap kepemimpinan Presiden RI Joko Widodo terus membesar.
Terbaru, dewan guru besar, rektor serta para mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) menyerukan Pesan Kebangsaan dan Imbauan Moral 'Mengawal Demokrasi Indonesia yang Berkeadaban'.
Dalam pernyataan yang dibacakan guru besar UMY, Akif Khilmiyah disebutkan bahwa eskalasi pelanggaran konstitusi dan hilangnya etika bernegara terus terjadi setahun belakangan ini.
"Mulai dari KPK yang dikebiri, pejabat yang doyan korupsi, DPR yang tak berfungsi membela anak negeri dan sebagian hakim MK yang tidak punya etika dan harga diri," bunyi pernyataan yang dibacakan di depan Gedung AR. Fachrudin, UMY, Bantul, Sabtu (3/2).
Puncak dari itu semua, lanjut Akif, adalah dipasungnya hakim MK oleh ambisi penguasa negeri dan hilangnya etika dalam politik kontestasi jelang Pemilu 2024 tanggal 14 Februari nanti.
Alih-alih memikirkan rakyat yang tereliminasi oleh kekuatan oligarki, menurutnya, para penguasa negeri ini justru terlihat ambisius dan sibuk mengejar serta melanggengkan kekuasaannya.
"Kerapuhan fondasi bernegara ini hampir sempurna karena para penyelenggara negara, pemerintah, DPR dan peradilan gagal menunjukkan keteladanan mereka dalam menjaga kepatuhan kepada prinsip-prinsip konstitusi dan etika bernegara yang harusnya ditaati dengan sepenuh hati," kata Akif.
Sebagai negara demokrasi dan berdasarkan konstitusi, para penyelenggara negara di Indonesia semestinya menjadi teladan utama dalam menegakkan prinsip-prinsip konstitusi dan memberi contoh dalam menegakkan etika bernegara bagi warga negara. Tanpa itu semua, lanjutnya, RI akan berada di ambang pintu menjadi negara gagal.
"Tanpa keteladanan para penyelenggara negara, maka Indonesia akan berada di ambang pintu menjadi negara gagal," ungkapnya.
Oleh karenanya, rakyat sebagai pemilik kedaulatan sesungguhnya, harus bergerak untuk mengingatkan segenap penyelenggara negara agar mereka mematuhi konstitusi dan merawat demokrasi Indonesia.
"Mendesak Presiden RI menjalankan kewajiban konstitusionalnya sebagai penyelenggara negara untuk mewujudkan pelaksanaan Pemilu 2024 yang jujur dan adil. Penggunaan fasilitas negara dengan segenap kewenangan yang dimiliki merupakan pelanggaran konstitusi yang serius," lanjut Akif membacakan tuntutan guru besar dan civitas academica UMY.
BACA JUGA:'Manipulasi Dana Bansos, Jokowi Tetap Dijauhi Rakyat'
Kemudian, mereka juga menuntut para aparat hukum, yakni polisi dan kejaksaan dan birokrasi agar bersikap netral dalam kontestasi Pemilu 2024.
Demikian pula KPU, Bawaslu, DKPP serta organ yang berada di bawahnya dituntut agar bersikap independen.
Selanjutnya, mendesak partai politik untuk menyetop praktik politik uang dan penyalahgunaan kekuasaan dalam kontestasi Pemilu 2024.
Mereka dituntut lebih mengedepankan politik gagasan dan edukasi politik yang mencerdaskan rakyat.
Kelima, menuntut lembaga peradilan yakni MA dan peradilan di bawahnya, MK bersikap independen dan imparsial dalam menangani berbagai sengketa dan pelanggaran selama proses Pemilu 2024.
Terakhir, menghimbau seluruh rakyat Indonesia untuk bersama-sama mengawal pelaksanaan Pemilu 2024 agar bermartabat, jujur dan adil sehingga menghasilkan pemimpin yang visioner dan berani menegakkan prinsip- prinsip konstitusi.