Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Bertemu Jokowi, Surya Paloh disebut sedang penjajakan koalisi Prabowo-Gibran

 

Pertemuan Presiden Jokowi dengan Surya Paloh di Istana Negara pada Minggu (18/02) malam memicu banyak spekulasi.

Mulai dari dugaan bahwa Surya Paloh dan Partai NasDem diajak masuk koalisi pemerintahan Prabowo-Gibran hingga "penjinakan" agar Surya Paloh menerima kekalahan dalam kontestasi Pilpres 2024.

Preside Jokowi sendiri mengatakan bahwa dirinya adalah "jembatan" bagi urusan partai-partai dalam pertemuan tersebut.

Hingga saat ini belum ada pernyataan resmi dari Surya Paloh.

Namun, Ketua DPP Nasdem, Willy Aditya, berkata terlalu dini apabila jamuan makan malam tersebut diartikan bahwa partainya akan bersatu dengan kubu Jokowi lagi.

Apa yang dibicarakan Jokowi dan Surya Paloh?

Pengamat komunikasi politik dari Universitas Multimedia Nusantara, Silvanus Alvin, mengatakan pertemuan antara Presiden Jokowi dengan Ketua Umum Nasdem Surya Paloh menjadi "magnet besar" bagi publik.

Sebab dalam Pilpres 2024, keduanya berada di kubu yang berseberangan. Surya Paloh menjadi pengusung pasangan Anies-Muhaimin yang menyuarakan ide perubahan. Adapun Presiden Jokowi mendukung putranya Gibran Rakabuming Raka yang bersanding dengan Prabowo Subianto.

Menurut Alvin, pertemuan yang dibarengi makan malam tersebut membicarakan sejumlah isu.

Mulai dari keinginan untuk mengembalikan "rasa konsolidasi" yang dulu pernah ada - mengingat pada Pemilu 2014 dan 2019 partai Nasdem menjadi penyokong Jokowi -hingga upaya mengajak Nasdem "kembali menjadi bagian pemerintahan".

"Karena Nasdem ini dari Pemilu 2014, 2019 di dalam pemerintahan, dia punya rekam jejak bersama Presiden Jokowi ketika menjadi capres untuk pertama kalinya," ujar Silvanus Alvin kepada BBC News Indonesia.

Pengamat politik dari Centre for strategic and international Studies (CSIS), Nicky Fahrizal, juga sependapat.

Ia menduga, pembicaraan keduanya sudah mengarah pada penjajakan koalisi dengan kubu Prabowo-Gibran. Apalagi Presiden Jokowi menyebut dirinya sebagai jembatan untuk urusan partai-partai.

Pasalnya gaya pemerintahan Prabowo tak akan jauh berbeda dengan Jokowi yang "sebisa mungkin merangkul semua partai agar tidak tercipta oposisi yang efektif".

"Dan bisa juga strategi bersama. Prabowo akan melakukan kunjungan ke Pak Susilo Bambang Yudhoyono yang punya hubungan pasang surut dengan Jokowi."

Berbeda dengan Nicky, pakar politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang, Ahmad Atang, berkata penjajakan untuk berkoalisi kembali terlalu dini disampaikan Jokowi kepada Surya Paloh.

Karena bagaimanapun penghitungan suara oleh KPU masih berjalan meskipun berdasarkan hitung cepat sejumlah lembaga survei menempatkan Prabowo-Gibran unggul telak.

Ia menduga arah pembicaraan itu bagian dari "upaya menjinakkan" kubu Surya Paloh yang selama ini kencang menyuarakan adanya dugaan kecurangan.

"Penjinakan kepada Surya Paloh bahwa sekarang kami sudah menang, tidak perlu lagi keras-keras dan terima kekalahan," ujar Ahmad Atang.

"Atau pertemuan itu sebagai bagian dari upaya melakukan cooling down dinamika politik yang sedang tinggi terutama di kubu Anies-Muhaimin yang sangat menentang hasil quick count."

Apa jawaban Nasdem?

Hingga saat ini belum ada pernyataan resmi dari Surya Paloh. Namun Ketua DPP Nasdem, Willy Aditya, menuturkan pertemuan itu hanya membahas dinamika politik yang berkembang saat ini.

Ia juga berkata terlalu dini apabila pertemuan tersebut diartikan bahwa Nasdem akan bersatu dengan kubu Jokowi lagi.

"Ah terlalu dini, Pak Surya orang yang tegas dengan sikap-sikap beliau. Jadi kita saling menghormati," ucapnya di Nasdem Tower.

Sebelumnya Presiden Jokowi mengatakan pertemuannya dengan Ketua Umum Nasdem Surya Paloh di Istana Merdeka, pada Minggu (18/02) malam, untuk menjadi "jembatan" atau sebutnya menjembatani sesuatu.

Hal itu disampaikannya usai meresmikan RS Pusat Pertahanan Negara Panglima Besar Soedirman dan 20 RS TNI di Jakarta Selatan.

Presiden melanjutkan adapun soal urusan politik, ia serahkan kepada partai-partai. Dia berkata hanya ingin menjadi penghubung komunikasi terhadap semua hal.

"Saya itu sebetulnya hanya jadi jembatan. Yang penting nanti partai-partai [yang mengurus]. Saya ingin menjadi jembatan untuk semuanya."

Ia kemudian berkata, pertemuan tersebut akan sangat bermanfaat bagi perpolitikan di Indonesia.

Dia pun tak mau ambil pusing terkait pihak mana yang meminta pertemuan itu terlebih dahulu - apakah dari pihak Istana maupun Nasdem.

"Saya kira dua-duanya enggak perlu lah siapa yang undang. Yang paling penting memang ada pertemuan itu dan itu akan sangat bermanfaat bagi perpolitikan negara kita."

Mengapa Jokowi mau merangkul semua partai masuk dalam pemerintahan Prabowo-Gibran?

Pengamat politik Nicky Fahrizal mengatakan dalam sejarah politik Indonesia tradisi oposisi yang efektif terakhir terjadi di era demokrasi liberal pada tahun 1950-an, atau yang dikenal sebagai demokrasi parlementer.

Tetapi ketika kembali ke sistem presidensial, keberadaan oposisi semakin mengecil. Catatan adanya oposisi hanya kala PDIP tidak menjadi partai pemenang pemilu.

"Masuk era reformasi di awal, makin naik turun," sebut Nicky.

"Jadi desain sistem ketatanegaraan kita membentuk model pemerintahan yang oposisinya tidak efektif."

Akibat dari tidak kuatnya peran oposisi, pandangan kritis terhadap kebijakan pemerintah akan melemah.

Dan ketika terjadi kekeliruan di dalam pengambilan kebijakan, tidak akan ada yang mendorong perbaikan. Apalagi kalau suara kritis dari masyarakat sipil dibungkam.

Baginya saat Jokowi menyebut dirinya sebagai "jembatan" partai-partai, itu artinya dia tetaplah sebagai "king maker" sebelum dan sesudah pemilu.

"Ini semua memang seperti yang dia katakan setahun lalu mengatakan akan cawe-cawe, dan itu berhasil."

Sementara itu, Silvanus Alvin menilai keinginan Prabowo maupun Jokowi yang ingin merangkul sebanyak-banyaknya partai supaya komunikasi dengan legislatif sebutnya lebih kondusif.

Apalagi untuk mewujudkan program-program kampanye yang selama ini disuarakan yakni makan siang gratis.

"Itu kan harus melewati proses di DPR untuk menggolkan anggarannya."

Warisan Jokowi: Ironi kemunduran demokrasi di tangan si ‘anak kandung reformasi’ di balik gencarnya pembangunan infrastruktur dan investasi

Akan tetapi, dia menyayangkan langkah Presiden Jokowi -yang disebutnya melangkahi Prabowo- jika betul bahwa pertemuannya dengan Surya Paloh untuk menjajaki koalisi bersama di pemerintahan Prabowo-Gibran.

Menurut Alvin, Presiden Jokowi sebaiknya fokus saja pada sisa pemerintahannya untuk menuntaskan sejumlah kebijakannya dan yang utama menjaga kondusifitas bangsa.

"Saatnya Presiden Jokowi menjadi sosok negarawan yang memikirkan bangsa, di sisa [jabatan] ini selesaikan tugas dan menuntaskan kepemimpinannya dengan mulus."

'Tidak akan semudah itu'

Meskipun potensi Nasdem kembali masuk dalam bagian pemerintahan Prabowo-GIbran terbuka lebar, tapi pengamat komunikasi politik Silvanus Alvin menilai hal itu tidak akan mudah.

Sikap Nasdem, ucapnya, baru akan kelihatan setelah real count dari KPU selesai. Selain itu koalisi pengusung Anies-Muhaimin memiliki dukungan yang cukup kuat dari masyarakat untuk terus membawa gagasan perubahan.

"Bagaimanapun Nasdem yang pertama membawa narasi perubahan, kalau tiba-tiba berada dalam pemerintahan dan menerima ajakan [koalisi] dan Nasdem mau, saya rasa akan kurang positif impaknya bagi pengusung Nasdem yang di masa kampanye menyuarakan isu perubahan."

"Seakan-akan setelah jagoannya kalah ditinggalkan."

Belum lagi keberadaan rekan di kubunya yakni Partai Keadilan Sejahtera yang konsisten dengan sikap politiknya menyatakan diri sebagai oposisi. Ditambah sikap PDI Perjuangan yang sudah menyebut siap menjadi oposisi.

Pakar politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang, Ahmad Atang, sependapat. Dia meyakini Surya Paloh tidak akan segampang itu meninggalkan koalisi sebelum ada keputusan final dari KPU.

Paling tidak, sambung Ahmad Atang, jawaban diplomatis yang dilontarkan Surya Paloh dalam jamuan makan malam itu adalah "masih menunggu perhitungan resmi."

Apa tanggapan koalisi Anies-Muhaimin?

Ketua Fraksi PKB di DPR, Cucun Ahmad Syamsurijal, menyebut pertemuan Ketum NasDem Surya Paloh dengan Presiden Jokowi tak ada koordinasi dengan ketum partai koalisi dan Timnas Anies-Muhaimin (AMIN).

Meski dia menilai pertemuan Surya Paloh dengan Jokowi merupakan hak Nasdem sebagai partai. PKB, katanya, akan tetap pada sikapnya yakni mengawal pemilu hingga penghitungan resmi dari KPU tuntas.

Namun demikian, Ketua DPP PKB, Daniel Johan mengingatkan bahwa parpol-parpol anggota Koalisi Perubahan atau koalisi pengusung capres dan cawapres Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar telah membuat kesepakatan tentang langkah yang bakal dilakukan di tengah tahapan pemilu.

Koalisi yang terdiri dari PKB, Nasdem, dan PKS membuat konsensus untuk sama-sama mengawal perolehan suara, baik yang terkait pemilihan presiden (Pilpres) maupun pemilihan anggota legislatif (Pileg) setiap partai.

"Kesepakatan itu yang seharusnya dipegang partai saat ini, termasuk Nasdem, ketika proses pemilu masih pada tahapan rekapitulasi suara," kata Daniel seperti dilansir Kompas.com.

Dia juga mengatakan belum ada undangan Jokowi kepada partainya.

Sama seperti PKB, juru bicara PKS Muhammad Kholid mengatakan pertemuan Surya Paloh dengan Presiden Jokowi merupakan hak Nasdem dan tidak memengaruhi apapun sikap PKS.

Sumber Berita / Artikel Asli : BBC Indonesia

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Onlineindo.TV | All Right Reserved