Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Di Sidang MK, Yusril Ihza Mahendra: Sistem Proporsional Terbuka Bertentangan dengan UUD 1945


Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra menyatakan bahwa sistem proporsional terbuka pada Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Hal ini disampaikannya saat memberikan keterangan selaku pihak terkait pada sidang uji materiil UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum Sistem Proporsional Terbuka, di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Rabu (8/3/2023).

Ia menyoroti sejumlah pasal dalam Undang Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum tak sesuai dengan UUD 1945.

Sejumlah pasal itu di antaranya Pasal 168 Ayat 2, Pasal 342 Ayat 2, Pasal 353 Ayat 1 huruf d, Pasal 386 Ayat 2 huruf d, Pasal 420 huruf c dan d , Pasal 422 dan Pasal 426 UU Nomor 17/2017 tentang Pemilu.

“(Pasal-pasal tersebut) menyangkut penerapan sistem proporsional terbuka, bertentangan dengan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945,” kata Yusril Ihza Mahendra.

Yusril Ihza Mahendra saat sidang uji materiil UU 7/2017
Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra saat sidang uji materiil UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum Sistem Proporsional Terbuka, di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Rabu (8/3/2023). (Tribunnews.com/Naufal Lanten).

 

Ia menyebut sistem proporsional terbuka melemahkan hingga mereduksi fungsi dari partai politik sebagai peserta Pemilu.

Yusril juga mengatakan bahwa sistem proporsional terbuka juga melemahkan kapasitas pemilihan serta menurunkan kualitas Pemilihan Umum.

“Ketentuan pasal, tentang Pemilihan Umum yang mengatur sistem prosporsioanl terbuka, secara nyata telah bertentangan dengan UUD NRI 1945,” kata dia.

Sebab Yusril menilai ketentuan tersebut juga menghalangi pemenuhan jaminan-jaminan konstitusional mengenai fungsi partai politik. 

Sebelumnya diberitakan, bergulirnya isu sistem proporsional tertutup untuk diterapkan pada Pemilu 2024 bermula dari langkah enam orang yang mengajukan gugatan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke MK.

Gugatan ini telah teregistrasi di MK dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022. 

Para pemohon mengajukan gugatan atas Pasal 168 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017. Dalam pasal itu diatur bahwa pemilihan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.

Dalam sidang yang digelar pada Kamis (26/1/2023) lalu, Pemerintah menyatakan bahwa sistem proporsional terbuka merupakan mekanisme terbaik dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia.

Hal ini disampaikan Dirjen Politik dan PUM Kemendagri Bahtiar yang mewakili Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Menkumham Yasonna Laoly sekaligus Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Sidang Pleno Pengujian Materil Undang-Undang Pemilihan Umum di Mahkamah Konstitusi.

Sementara Anggota DPR RI Fraksi PDIP Arteria Dahlan menyatakan pihaknya mendukung penerapan sistem proporsional tertutup.

“Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDIP lebih memilih sistem proporsional tertutup. Sikap ini berbeda dengan sikap 8 fraksi partai di DPR RI,” kata Arteria Dahlan di hadapan Hakim MK. 

Sementara Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Golkar, Supriansa membacakan pandangan 8 Fraksi partai politik di DPR RI, yang menolak penerapan sistem proporsional tertutup dalam Pemilu.

“Kami menolak sistem proporsional tertutup. Sistem Proporsional tertutup merupakan kemunduran demokrasi kita,” kata Supriansa di hadapan Hakim Konstitusi.

Supriansa menjelaskan sejumlah argumentasi lain, di antaranya bahwa sistem proporsional terbuka yang diterapkan sejak era reformasi ini sudah tepat dilakukan.

Sehingga ia berharap Mahkamah Konstitusi tetap mempertahankan sistem ini di Pemilu 2024 mendatang.  


Sumber Berita / Artikel Asli : tribunnews

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Onlineindo.TV | All Right Reserved