Mantan Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Said Didu mengungkap fakta mengejutkan terkait tekanan yang dialaminya saat membongkar kasus "Papa Minta Saham" pada 2015.
Dalam wawancaranya di kanal YouTube Refly Harun, Said Didu menyatakan bahwa ia siap menghadapi risiko apa pun, bahkan jika harus "dihilangkan" demi mengungkap kebenaran dari kasus besar tersebut.
Said Didu menjelaskan bahwa tekanan untuk menghentikan investigasi ini datang langsung dari pihak-pihak berpengaruh. Ia bahkan mengklaim bahwa Presiden Jokowi secara pribadi meminta agar pengusutan kasus ini dihentikan, meskipun di publik pemerintah menunjukkan citra tegas terhadap korupsi.
Dia mengungkapkan bahwa saat itu ia melaporkan kondisi ini kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). “Saya lapor ke Pak JK dan beliau bilang kalau Presiden sudah ngomong begitu ya itu tekanan serius. Tapi saya bilang saya rela dihilangkan demi membongkar kasus ini,” ujar Said Didu.
Pada awal masa jabatan Jokowi sebagai presiden, Said Didu melihat pemerintahan diisi oleh tokoh-tokoh dengan integritas yang baik. Namun, setelah reshuffle kabinet pertama, ia merasakan adanya perubahan orientasi dalam pemerintahan Jokowi.
“Saya mulai curiga ketika terjadi reshuffle. Orang-orang yang diangkat waktu itu saya pikir akan menjaga jalur yang benar, tapi ternyata tidak,” jelasnya.
Menurut Said Didu, hal ini menjadi indikasi awal bahwa ada pihak-pihak yang berusaha mengontrol kebijakan di balik layar. Ia menambahkan bahwa saat dirinya dan Sudirman Said mengusut skandal tersebut, mereka berdua menghadapi berbagai bentuk tekanan agar kasus ini tidak lagi dipermasalahkan.
Meski demikian, Said Didu menyatakan bahwa ia pantang menyerah. Ia merasa memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan keadilan tetap ditegakkan, bahkan jika itu berarti menghadapi risiko. “Banyak yang ingin kasus ini berhenti. Tapi saya yakin jika kami tidak membongkar hal ini, maka kami telah mengkhianati kepercayaan publik,” tegasnya.
Said Didu juga menyinggung pergeseran nilai yang dialami Prabowo Subianto sejak bergabung dengan pemerintahan Jokowi. Menurutnya, Prabowo dulunya dikenal sebagai sosok yang menjunjung tinggi nasionalisme dan rasa keadilan.
“Saya yakin Prabowo masih memiliki jiwa nasionalis dan patriotik, tapi entah kenapa pengaruh Jokowi membuatnya tampak hilang arah,” tutup Said Didu. Ia menganggap pola pengelolaan negara semacam ini berpotensi menghancurkan masa depan bangsa.(*)