Dua menteri Presiden Joko Widodo meraih gelar doktornya pada bulan Oktober 2024.
Mereka adalah Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia.
Keduanya berhasil menyandang gelar S3 Doktor (Dr) setelah dinyatakan lulus dalam sidang disertasi.
AHY menjalani sidang di Universitas Airlangga Surabaya (Unair) pada Senin (7/10/2024).
Sementara Bahlil di Universitas Indonesia Depok pada Rabu (16/10/2024).
Informasi lengkapnya, berikut perbandingan gelar doktor AHY dengan Bahlil, dirangkum Kamis (17/10/2024):
Judul Disertasi
Disertasi didefinisikan sebagai karya tulis ilmiah yang merupakan tugas akhir mahasiswa program doktor (S3) untuk mendapatkan gelar doktor.
Disertasi wajib disusun hingga diujikan oleh mahasiswa S3, termasuk AHY dan Bahlil.
AHY menyusun disertasi dengan judul Kepemimpinan Transformasional dan Orkestrasi Sumber Daya Manusia Menuju Indonesia emas 2024.
Ia menempuh program studi Doktor Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) di Pascasarjana Unair. AHY menyelesaikan S3 selama 3 tahun.
Sementara disertasi Bahlil bertajuk Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia.
Bahlil diketahui menempuh Program Studi Doktor Kajian Stratejik Global, Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) UI.
Ia selesai menyusun disertasi selama dari 2 tahun.
Peringkat Kampus
Sejumlah lembaga secara rutin melakukan pemeringkatan kampus-kampus dunia, termasuk di Indonesia.
Seperti Peringkat Universitas Dunia Webometrics merupakan inisiatif Lab Cybermetrics, kelompok penelitian yang tergabung dalam Consejo Superior de Investigaciones Científicas (CSIC), badan penelitian publik terbesar di Spanyol.
Kemudian juga ada Scimago Institutions Rankings (SIR). Kedua lembaga ini melakukan pemeringkatan dengan kriteria tertentu.
Seperti kinerja penelitian, hasil inovasi, dampak sosial melalui visibilitas website, transparansi, dan keunggulan.
Berikut perbandingan peringkat antara Unair dengan UI pada 2024:
Versi Webometrics
- Unair
Peringkat dunia: 711
- UI
Peringkat dunia: 540
Versi SIR
- Unair
Peringkat institusi global: 2.245
- UI
Peringkat institusi global: 1.049
Daftar penguji
Sebagaimana sidang S1 maupun S2, untuk meraih gelar S3 juga perlu menjalani sidang di depan para penguji.
AHY diketahui diuji oleh 7 profesor dan 1 doktor, mereka adalah:
- Dr. Rudi Purwono, SE, MSE (Ketua Tim)
- Profesor Badri Munir Sukoco, SE, MBA, PhD (promotor)
- Profesor Dr Fendy Suhariadi, MT, Psikolog (co-promotor)
Penguji
- Profesor Dr Sri Pantja Madyawati, drh, M.Si;
- Profesor Dr Suparto Wijoyo, SH, M Hum;
- Profesor Bambang Tjahjadi, SE, MBA, Ak.;
- Profesor Dr. Ir. Mohammad Nuh, DEA;
- Dr. Nuri Herachwati, Dra.Ec., MSi.; M.Sc.
Sementara Bahlil ada 9 orang penguji.
Mereka adalah:
- Prof. Dr. I Ketut Surajaya, S.S., M.A. (Ketua Sidang)
- Prof. Dr. Chandra Wijaya, M.Si., M.M. (Promotor)
- Dr. Teguh Dartanto, S.E., M.E (Ko-Promotor)
- Athor Subroto, Ph.D. (Ko-Promotor:)
Penguji:
- Dr. Margaretha Hanita, S.H., M.Si.
- Dr. A. Hanief Saha Ghafur
- Prof. Didik Junaidi Rachbini, M.Sc., Ph.D.
- Prof. Dr. Arif Satria, S.P., M.Si.
- Prof. Dr. Kosuke Mizuno
seperti dikutip dari tribunnews
Isi Jurnal Bahlil di Kurdish Studies Yang 'Dikritik' Sejumlah Guru Besar
Isi jurnal Bahlil Lahadalia baru-baru ini banyak dikritik sejumlah pakar. Kritik ini bermunculan sejak Doktoralnya dikukuhkan di Universitas Indonesia (UI).
Diantarnya adalah Joel Picard, Profesor Guru Besar ilmu sosial dari Universitas Teknologi Nanyang, çSingapura dan Guru besar di UI sendiri.
Diantara kritiknya adalah isi jurnal yang terbit dalam jurnal “Kurdish Studies” pada tahun 2023 silam.
Dari pantauan Frensia, pada studi ini, Bahlil memaparkan beberapa hal penting terkait dampak hilirisasi nikel di Morowali dan Sulawesi Tengah, baik dari sisi ekonomi, sosial, maupun lingkungan hidup.
Dari sudut pandang ekonomi, hilirisasi nikel di kawasan tersebut membawa peningkatan signifikan dalam beberapa aspek.
Pembangunan hilir di sektor nikel mampu mendorong investasi dalam skala besar, yang kemudian berkontribusi positif terhadap pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB) dan ekspor daerah.
Hal ini juga berdampak pada peningkatan pendapatan tenaga kerja di Morowali dan sekitarnya.
Selain itu, hilirisasi ini dinilai berhasil mengubah struktur ekonomi di wilayah tersebut, di mana sektor investasi dan industri kini menjadi penggerak utama perekonomian di Morowali dan Sulawesi Tengah.
Transformasi struktural ini menunjukkan bahwa kebijakan hilirisasi telah memberikan kontribusi besar dalam mengubah ekonomi daerah menjadi lebih berfokus pada sektor-sektor produktif.
Meskipun demikian, terdapat beberapa catatan penting terkait dampak hilirisasi terhadap penciptaan lapangan kerja dan pemberdayaan pengusaha lokal.
Bahlil mencatat bahwa pembangunan hilir yang telah berlangsung masih belum memberikan dampak yang signifikan terhadap penciptaan pekerjaan yang memadai bagi masyarakat lokal.
Pemberdayaan pengusaha lokal juga masih minim dan belum mendapat perhatian yang optimal, sehingga belum terasa manfaatnya secara merata.
Dari perspektif sosial, penelitian ini menemukan bahwa hilirisasi nikel di Morowali berperan dalam menurunkan angka kemiskinan serta mengurangi ketimpangan sosial di wilayah tersebut.
Tren perbaikan indikator kesehatan masyarakat juga terlihat, meski belum mencapai tingkat yang optimal.
Namun, ketika dilihat dari aspek pendidikan, belum ada perubahan signifikan yang terjadi sejak hilirisasi dimulai.
Indikator pendidikan di daerah tersebut masih stagnan, yang menunjukkan bahwa dampak positif pembangunan hilir terhadap sektor ini masih sangat terbatas.
Sementara itu, dampak terhadap lingkungan hidup juga menjadi sorotan. Pembangunan hilir industri nikel di Morowali ditandai dengan meningkatnya polusi udara yang mengkhawatirkan.
Selain itu, pengelolaan limbah domestik masih buruk, yang memperburuk kondisi lingkungan hidup di daerah tersebut.
Meski terdapat peningkatan dalam beberapa aspek kehidupan masyarakat, masalah lingkungan yang muncul akibat aktivitas industri ini menjadi salah satu kekhawatiran utama dalam penelitian Bahlil.
Secara keseluruhan, penelitian ini menyimpulkan bahwa kehidupan masyarakat di Morowali dan Sulawesi Tengah mengalami perbaikan setelah diterapkannya kebijakan hilirisasi.
Namun, Bahlil menekankan bahwa perbaikan ini belum merata dan masih ada ketimpangan di berbagai sektor, terutama terkait lapangan kerja, pemberdayaan pengusaha lokal, pendidikan, dan lingkungan hidup.
Oleh karena itu, ia menyarankan agar pemerintah memperbaiki kebijakan hilirisasi dengan lebih menekankan pada peningkatan ketenagakerjaan masyarakat lokal, pemberdayaan sektor usaha lokal, serta memperbaiki pengelolaan lingkungan hidup.
Beberapa penjelasan ini yang oleh beberapa guru besar dianggap tidak baik. Bahkan ada pernah sinis, mecatat ciut dalam media Xnya,
“Kalo gw reviewer, baca abstraknya udah cukup buat ngasi rejection,” catatnya beberapa waktu lalu.
Akun @UmarSyadatHsb__ meratapi nasibnya yang tak semulus Bahlil. Ia menceritakan perjuangannya selama enam tahun untuk meraih gelar doktor di UI. "Tak terhitung berapa kali asam lambung kambuh karena stres nyusun disertasi. Eh ada orang bisa meraih gelar doktor selama 20 bulan di UI. Rasanya sakit nyesak banget hati ini," tulisnya.
Warganet lainnya, akun @hnirankara menyinggung posisi Indonesia yang meraih peringkat tinggi dalam hal ketidakjujuran akademik. "Sebenarnya bisa diusut, karena akan menguak bisnis jual beli gelar," tulis dia.
Seorang netizen dengan akun @rayestu membandingkan kabar gelar doktor Bahlil Lahadalia dengan gelar doktor Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY yang ia raih dari Universitas Airlangga. Cuitan ini dibalas telak oleh pengguna X Loid Forger yang menyebut bahwa AHY lulusan S2 di Harvard University.
"AHY dia mah pinter, sekolahnya bener. AHY sih gue sudah dengar lama kuliah, Bahlil kaya sulap," ucap netizen lainnya.
"Bandingin AHY sama Bahlil Lahadalia yang kuliah S1-nya saja enggak jelas"
Dosen NTU Singapura 'Heran' Bahlil Selesaikan Doktor di UI Cuma 3 Semester: Disertasinya Seperti Kumpulan Berita Koran!
Bahlil Lahadalia menyelesaikan gelar doktor di Universitas Indonesia (UI) dalam waktu 20 bulan.
Waktu yang cukup singkat untuk meraih gelar doktor menimbulkan banyak pertanyaan terlebih lagi disertasinya seperti kumpulan koran.
“how low can you go @univ_indonesia??? oh i know….as low as permintaan pejabat buat nyelesaiin s3 dlm waktu 20 bulan. either he’s too brilliant or you are just to stupid to think he’s brilliant,” kata Dosen Nanyang Technological University (NTU) Singapura Prof Sulfikar Amir, di akun X (Twitter) @sociotalker, Rabu (16/10/2024).
Sulfikar heran UI bisa meloloskan desertasi Bahlil Lahadalia yang isinya seperti kumpulan koran.
“Disertasi apaan ini @univ_indonesia??? jangan2 cuma kumpulan berita koran dan laporan proyek?? are you seriously an institution of higher learning UI?” paparnya.
Kasus Bahlil, kata Sulfikar menyarankan UI menjadi lembaga kursus yang mudah memberikan sertifikat.
“I strongly suggest @univ_indonesia buat ganti status menjadi lembaga kursus…biar lbh pas buat jualan sertifikat. lupakan world class university, qs100, etc etc. yang penting melayani nafsu pejabat dan dapat cuan,” tegasnya.
Kepala Biro Humas dan Keterbukaan Informasi Publik (KIP) UI, Amelita Lusia, membenarkan Bahlil akan menjalani sidang promosi doktor siang ini.
“Beliau mengambil program doktoral by research,” ujarnya saat dihubungi, Rabu, 16 Oktober 2024 dikutip dari Tempo.
Dengan program ini, Bahlil tak perlu berfokus mengikuti mata kuliah di dalam kelas.
Ia bisa memperoleh gelar doktor dengan mengerjakan sebuan penelitian independen.
Bahlil akan memperoleh gelar doktornya dengan disertasi tentang tata kelola hilirisasi nikel – bidang yang selama ini digelutinya baik sebagai Menteri Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal maupun Menteri ESDM.
Disertasi itu bertajuk “Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Bekerkelanjutan di Indonesia”.
Bahlil beberapa kali menyampaikan isi disertasi yang ia kerjakan dalam berbagai kesempatan.
Dalam penelitian itu, ia menemukan masyarakat lokal di sekitar tambang belum mendapatkan manfaat dari hilirisasi.
“Memang penelitian saya, hilirisasi itu yang mendapat manfaat paling besar sekarang ini adalah investor dan pemerintah pusat,” kata Bahlil saat memberi kuliah di Universitas Paramadina, Jakarta Selatan, pada Sabtu, 27 Juli 2024.