Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menanggapi soal kampanye citra positif Presiden Joko Widodo (Jokowi) jelang lengser. Ia menilai Jokowi terkesan menyukai pujian dibandingkan kritikan.
Dedi menyebut fenomena munculnya influencer pemerintah menandai hasrat Jokowi yang ingin selalu mendapat pujian.
Jadi ia kerahkan seluruh sumber daya untuk memuji diri sendiri , kata Dedi saat dihubungi di Jakarta, Kamis (17/10/2024).
Menurut Dedi, upaya yang dilakukan Jokowi berlebihan karena menggunakan anggaran negara untuk kegiatan yang tidak berdampak pada masyarakat.
“Terlebih dana yang terpakai untuk pencitraan cukup besar, terkesan Jokowi lebih mendahulukan nama baik dibandingkan kejujuran,” ucap Dedi.
Dedi menegaskan pidato Jokowi memoles citra itu merupakan upaya untuk menutupi semua kekurangannya selama menjadi presiden.
“Sementara kekurangan itu tidak dicarikan solusinya justru memanipulasinya dengan promosi prestasi yang tidak tepat,” katanya.
Diketahui, berbagai narasi positif pemerintahan Jokowi dimuat di berbagai media sosial dan juga media massa sejak 1 hingga 20 Oktober 2024 atau hingga Jokowi lengser. Selain itu, di berbagai lokasi di Jakarta dan luar kota juga terdapat baliho-baliho bergambar Jokowi dengan narasi ucapan terima kasih untuk Jokowi.
Sementara itu, Ma'ruf Amin menegaskan, selama dirinya menjabat sebagai Wakil Presiden (Wapres) RI bekerja apa adanya dan tidak ingin dilebih-lebihkan.
"Saya tidak ingin dilebih-lebihkan, apa adanya saja, saya tidak perlu harus dipol-polos tidak perlu. Apa adanya saja," ujar Ma'ruf memberikan sambutan saat silaturahmi Wakil Presiden berserta Wury Ma'ruf Amin dengan keluarga besar Sekretariat Wapres (Setwapres ) di Auditorium Istana Wapres, Jakarta, Kamis (17/10/2024).
Ma'ruf menekankan, dirinya bukanlah sosok yang suka pencitraan dan tidak perlu membuat kebohongan dalam bekerja.
"Kalau orang bilang itu harus di-personal branding, saya kira tidak perlu, buat saya apa adanya saja itu lebih enak. Kalau bahasa agama tidak perlu membuat ringkasan-kebohongan. Tidak ada yang lebih zalim daripada suatu yang membuat ringkasan kepada Allah, Jadi tidak perlu,” tutur Ma’ruf, menegaskan seperti dikutip dari inilah
Baliho 'Terima Kasih Jokowi' Bertebaran Tanpa Ma'ruf Amin, Ada Apa?
Tinggal menghitung hari saja, masa jabatan Joko Widodo (Jokowi) sebagai presiden telah habis. Posisinya akan digantikan oleh presiden terpilih, Prabowo Subianto.
Tepat pada 20 Oktober 2024, Prabowo Subianto akan resmi dilantik sebagai Presiden, dan Gibran Rakabuming Raka menjadi Wakil Presiden, periode 2024-2029.
Jelang akhir masa jabatannya, jalan-jalan strategis di Ibu Kota mendadak dipenuhi oleh Baliho bertuliskan ‘Terima Kasih Jokowi’.
Anehnya, Baliho-baliho yang sudah terpasang dengan background warna merah itu hanya ada foto Jokowi sebagai presiden.
Sementara foto Wakil Presiden, Ma’ruf Amin justru tidak tercantum untuk mendampingi Jokowi. Padahal, seharusnya kedua foto presiden dan wakil presiden lah yang terpasang.
Di dalam baliho lainnya justru terpasang foto Jokowi dengan sang istri, Ibu Iriana Jokowi, Prabowo dan Gibran.
Adanya puluhan Baliho ‘Terima Kasih Jokowi’ yang terpasang ini menggelitik seorang Rocky Gerung.
Ia tak habis pikir lagi dengan pola pikir Jokowi, pasalnya dalam baliho tersebut tidak tercantum gambar Pak Ma’ruf Amin.
“Sekarang kita liat bagaimana Jokowi menyelamatkan diri, dia pasang di semua sudut kota itu, gambar tentang dia sendiri,” ujar Rocky.
“Bayangin coba, Pak Ma’ruf Amin nggak ada di situ itu,” tambahnya.
Rocky Gerung menilai bahwa langkah memasang Baliho ‘Terima Kasih Jokowi’ jelang lengser ini justru menunjukkan bahwa Jokowi sudah mulai ketar-ketir.
“Dia cuman pasang sendiri dan disuruh supaya di pasang di tempat-tempat strategis menjelang dia lengser,” ucapnya.
“Kan itu menunjukkan dia takut sendiri kan, jadi ketakutan itu di billout oleh psikologi bahwa dia masih dielu-elukan,” tambahnya.
Rocky menegaskan bahwa kini masyarakat Indonesia sudah terlukai batinnya oleh perilaku Jokowi. Dendam seperti ini tentu tidak bisa hilang begitu saja bak tersapu angin.
“Masyarakat Indonesia itu punya semacam dendam terhadap Presiden Jokowi, bukan dendam politik, tetapi dendam perilaku beliau,” ujarnya.
“Membujuk rakyat itu memang agak susah, Yang diinget publik itu cuma kebohongan Jokowi,” tandasnya.***