Penulis: Ali Syarief Fusilatnews
Penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan haji oleh Kementerian Agama (Kemenag) bukan lagi sekadar isu administratif. Berdasarkan hasil temuan DPR RI, pelanggaran ini sudah masuk dalam kategori “resmi” dan politikus senior seperti Nusron Wahid dengan tegas menyatakan bahwa Kemenag telah melanggar aturan. Ini adalah pelanggaran yang serius, dan tak bisa hanya berhenti pada sekadar kritik atau perbaikan prosedur. Kita berbicara soal pelanggaran yang memiliki konsekuensi hukum.
Banyak orang mungkin bertanya-tanya, apa artinya penyalahgunaan ini “resmi”? Jawabannya cukup sederhana. Dalam ranah politik, ketika parlemen melalui mekanisme resmi memutuskan bahwa sebuah institusi seperti Kemenag melanggar aturan, itu bukan lagi sekadar opini atau isu yang bisa didiskusikan secara akademis. Ini adalah fakta hukum dan politik. Pelanggaran tersebut harus ditindaklanjuti ke ranah hukum, dan hal ini memberi dasar kuat bagi penegak hukum—Polisi, Kejaksaan, dan KPK—untuk segera mengambil langkah.
Kemenag yang seharusnya menjadi lembaga yang paling dipercaya dalam mengelola urusan haji, malah terjebak dalam praktik-praktik yang melanggar hukum. Dana haji yang seharusnya dikelola dengan transparan dan jujur, menjadi sumber ketidakberesan yang merugikan masyarakat. Ini bukan hanya soal uang, tapi soal kepercayaan yang disalahgunakan. Kepercayaan publik yang selama ini disematkan kepada Kemenag telah runtuh, dan ini adalah pelanggaran yang harus diselesaikan di meja hijau.
Sudah saatnya kita tidak lagi hanya menuntut “pembenahan” yang sering kali berakhir hanya sebagai janji manis tanpa realisasi. Penegakan hukum harus segera dilakukan. Aparat harus turun tangan dan menyeret siapa saja yang bertanggung jawab ke pengadilan. Adili pelaku yang terlibat dalam kasus penyalahgunaan dana haji, termasuk mereka yang berada di level pengambilan keputusan. Penjara adalah tempat yang tepat bagi mereka yang mengkhianati kepercayaan publik, apalagi dalam urusan yang sepenting ibadah haji.
Lebih dari itu, ini bukan hanya soal individu di Kemenag, tapi soal tanggung jawab di level tertinggi. Sebagai Presiden, Jokowi memegang tanggung jawab paling besar atas kinerja kementeriannya. Dalam sebuah sistem pemerintahan, seorang presiden tidak bisa melepaskan diri dari tanggung jawab atas apa yang terjadi di bawahnya. Jika Kemenag terbukti bersalah, maka Jokowi harus siap menghadapi konsekuensinya. Impeachment atau pemakzulan adalah langkah yang sah dan konstitusional jika terbukti ada pelanggaran berat dalam pengelolaan negara di bawah kepemimpinannya.
Tindakan ini bukan sekadar politis, tetapi juga demi keadilan bagi rakyat. Kita tidak boleh terus-menerus membiarkan pelanggaran hukum dan penyalahgunaan kekuasaan tanpa sanksi tegas. Jika sistem pemerintahan dan hukum kita ingin dipercaya, maka harus ada langkah nyata dalam menegakkan keadilan.
Saatnya kepolisian dan lembaga penegak hukum bergerak. Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Dan bagi Presiden Jokowi, jika pelanggaran ini benar-benar terbukti melibatkan level tertinggi, maka konsekuensi politik berupa impeachment harus menjadi opsi yang serius dipertimbangkan. Sebab di dalam demokrasi, tidak ada seorang pun yang kebal hukum. Tidak juga seorang presiden.