Pengasuh dan pendiri Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum KH Imaduddin Utsman Albantani mengakui dirinya Waliyullah.
“Kata Allah saya yang Wali. Banyak yang mencela saya. Apa tidak berbahaya saya yang wali mencela saya. Banyak mencela dan mencaci maki saya,” kata Kiai Imaduddin dalam video yang beredar di YouTube.
Koordinator Forum Pembela Trah Walisongo KRT Mangun Wiharjo Kusumo justru menilai Kiai Imaduddin ibarat Nabi yang diutus Allah dalam mencerahkan umat Islam.
“Dari Kiai Imaduddin terbongkar pemalsuan makam-makam, pembelokan sejarah berdirinya NU,” tegasnya.
Kata Mangun, masyarakat Indonesia tercerahkan dari KH Imaduddin.
“Hanya orang bodoh yang masih mempercayai habaib,” tegasnya.
Mangun mengatakan, Allah telah mengasihi bangsa Indonesia dengan mengirimkan sosok KH Imaduddin.
“Bangsa Indonesia harus berterima kasih kepada KH Imaduddin,” papar Mangun.
Menurut Mangun, gerakan pencerahan KH Imaduddin tidak terbendung di seluruh Nusantara.
“Para habaib jangan merasa menjadi juragan di bumi Nusantara,” pungkasnya.
Profil KH Imaduddin Utsman al-Bantani, Ulama Muda NU yang Berani Membatalkan Nasab Habib
Imaduddin Utsman al-Bantani, lahir di Kresek, Tangerang, Ahad, 15 Agustus 1976 (19 Sya’ban 1396 Hijriah).
Ia pengasuh sekaligus pendiri Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum yang berlokasi di Kampung Cempaka Desa Kresek Kecamatan Kresek Kabupaten Tangerang Provinsi Banten.
Utsman sendiri adalah nama kakek dari ibunya yang hidup di tengah-tengah keluarga Bani Utsman di Kresek, Tangerang. Sementara “al-Bantani” menunjukan asal daerahnya.
Sejak aktif di kepengurusan Nahdlatul Ulama Tahun 2006-201, ia sempat menjabat Ketua MWCNU Kecamatan Kresek, kemudian Tahun 2018 menjabat Wakil Katib PWNU Provinsi Banten.
Tahun 2020 sampai dengan sekarang menjabat sebagai Ketua RMI PWNU Banten. Ia juga menjadi penasihat Generasi Muda Nahdlatul Ulama (GMNU) Provinsi Banten dan Rijalul Anshor Kabupaten Tangerang.
Berikut Pendidikan Pesantren KH Imaduddin Utsman:
Pondok Pesantren Ashhabul Maimanah di Sampang, Tirtayasa;
Pondok Pesantren Riyadl al-Alfiyah di Pandeglang;
Pondok Pesantren Daar al-Hikmah di Cakung, Carenang;
Pondok Pesantren At-Thohiriyah di Kaloran, Kota Serang;
Pondok Pesantren Al-Hidayah di Cisantri, Pandeglang;
Pondok Pesantren Cidahu, Pandeglang;
Pondok Pesantren Daar al-Falah, Rengas Dengklok, Karawang;
Pondok Pesantren Al-Wardayani di Sukabumi;
Pondok Pesantren Pertapan di Binuang, Serang;
Pondok Pesantren Gaga di Kronjo;
Pondok Pesantren Buni Ayu di Balaraja;
Ruwaq al-Azhar di Iskandaria, Mesir.
KH Imaduddin bukan kyai kaleng-kaleng. Ia menghasilkan banyak karya (kitab) yang sebagian berbahasa Arab.
Berikut karya-karya tulisnya:
Kitab al-Fikrah al-Nahdliyyah fi Ushuli wa Furu’I ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah (Bahasa Arab: Fikih, Akidah dan ke-NU-an);
Al-Syarah al-Maimun fi Syarh al-Jawhar al-Maknun (Bahasa Arab: Ilmu Balagoh);
Al-Ibanah fi Syarh Matan al-Rahbiyyah (Bahasa Arab: Ilmu Waris);
Al-Jalaliyah fi al-Qowaid al-Fiqhiyyah (Bahasa Arab: Kaidah-Kaidah Fikih);
Talkhis al-Hushul fi Syarh Nadzam al-Waraqat fi Ilm al-Ushul (Bahasa Arab: Ushul Fikih);
Al-Fath al-Munir fi Syarh Nadzam al-Tafsir li al-Syaikh al-Zamzami (Bahasa Arab: Ilmu Tafsir);
Nihayat al-Maqshud fi Syarh Nadzam al-Maqshud (Bahasa Arab: Ilmu Shorof);
Al-Anwar al-Bantaniyah fi Ikhtilaf Ulama al-Bashrah wa al-Kufah (Bahasa Arab: Ilmu Nahwu);
Al-Burhan ila Tajwid al-Qur’an (Bahasa Arab: Ilmu Tajwid);
Al-Ta’aruf fi Muqaddimat ilm al-Tasawwuf (Bahasa Arab: Ilmu Tasawuf);
Al-Nail al-Kamil fi Syarh Matn al-Awamil (Bahasa Arab: Ilmu Nahwu);
Al-Qawl al-Mufid fi Hukmi al-Mukabbir al-Shaut fi al-Masajid (Bahasa Arab: Fikih Tentang Hukum Speaker);
Al-Qawl al-Labib fi Hukm al-Talaqqub bi al-Habib (Bahasa Arab: Fikih Tentang Hukum Bergelar Habib);
Tuhfat al-Nadzirin (Bahasa Jawa Pegon: Ilmu Mantiq);
Fath al-Gafur fi Abyat al-Buhur (Bahasa Arab: Wazan syair Arab);
Ilmu Waris Terjemah Matan al-Rahbiyah (Bahasa Indonesia: Ilmu Waris) dan lain-lain.