Ubedilah Badrun baru-baru ini menyinggung dugaan korupsi yang melibatkan keluarga besar Presiden Joko Widodo, khususnya kejanggalan transaksi saham yang dilakukan Kaesang Pangarep beberapa tahun yang lalu.
Ketika nama Kaesang Pangarep disorot karena dugaan gratifikasi penggunaan jet pribadi, Ubedilah mengaku telah melaporkannya ke KPK sejak dua tahun yang lalu, namun hasilnya nihil.
Kini, ia kembali membahas kasus yang melibatkan Kaesang, di mana ia membeli 180 juta lembar saham di pasar saham yang nilainya hampir menyentuh Rp 100 miliar.
"Putera mahkotanya membeli 180 juta lembar saham di pasar saham. Nilainya hampir Rp100 miliar, kurang lebih. Kok bisa beli ratusan juta lembar saham begitu? Dari mana uangnya?" kata Ubedilah, seperti dikutip dari podcast Abraham Samad.
Saat meneliti perusahaan Kaesang, Ubedilah menemukan adanya potensi konflik kepentingan, karena ia bekerja sama dengan anak seorang direktur di perusahaan besar tersebut.
Menurut Ubedilah, ketika melihat Gibran dan Kaesang, ia melihat ada potensi konflik kepentingan.
Gibran saat itu menjabat sebagai wali kota, sementara Kaesang terlibat sebagai Komisaris Utama di sebuah perusahaan.
Perusahaan tersebut kemudian menerima suntikan dana yang sangat besar. Ubedilah merasa heran karena perusahaan yang masih terbilang baru bisa mendapatkan dana ratusan miliar dengan begitu mudah.
Ubedilah melanjutkan, perusahaan yang dimaksud sebelumnya juga pernah menjadi wakil otorita Ibu Kota Nusantara (IKN).
Menurutnya, di situ terlihat adanya hubungan antara presiden dan direktur perusahaan tersebut.
Lebih jauh lagi, Ubedilah menyebutkan bahwa orang yang pernah dijadikan duta besar kini diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres). Sementara itu, perusahaan tersebut juga terlibat dalam kasus lingkungan.
Demikianlah ulasan mengenai profil Ubedilah Badrun, yang mencurigai adanya praktik korupsi atas kejanggalan transaksi saham Kaesang Pangarep. Semoga bermanfaat.
[VIDEO]
Profil Ubedilah Badrun
Ubedilah Badrun adalah dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yang lahir di Desa Sendang, Kecamatan Karangampel, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, pada tanggal 15 Maret 1972.
Pria yang kerap disapa Ubed ini dikenal sebagai akademisi, analis sosial politik, dan aktivis. Ia dikenal dengan sikap vokalnya terhadap masalah-masalah yang terjadi dalam pemerintahan.
Baru-baru ini, Ubedilah menyentil Kaesang Pangarep yang membeli saham senilai Rp 92 miliar. Ia menduga anak bungsu Presiden Jokowi tersebut mendapat suntikan dana fantastis dari pihak tertentu.
Dugaan tersebut muncul lantaran perusahaan Kaesang merupakan perusahaan yang terbilang baru, sehingga tidak masuk akal jika mendapatkan suntikan dana dalam jumlah yang sangat besar.
Riwayat Pendidikan
Ubedilah Badrun diketahui pernah menempuh pendidikan di beberapa perguruan tinggi, antara lain Ma’had Alhikmah Jakarta (1994-1995), STF Driyarkara Jakarta dalam program Extension Course (1995-1997), dan menyelesaikan S1 di FPIPS IKIP Jakarta (sekarang Universitas Negeri Jakarta/UNJ) pada tahun 1998.
Pada tahun 2003, ia menyelesaikan studi S2 di Program Pascasarjana Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI).
Selain itu, Ubedilah juga aktif menggeluti pendidikan di Jepang, salah satunya seminar Japan Education Forum (JEF II) pada tahun 2005 dan Japan Education Forum (JEF III) pada tahun 2006.
Ia juga pernah menjadi pemimpin di Yoron Adventure School yang diselenggarakan oleh International Youth Association of Japan pada tahun 2005, dan mengikuti program Indonesia and Togo Homestay of Friendship- Program of International Exchange 2006 yang diadakan oleh Togo Town International Association Jepang pada tahun 2006.
Jejak Karier Ubedilah Badrun
Selama menjadi mahasiswa, Ubedilah telah berkiprah sebagai aktivis gerakan mahasiswa dan pendiri FKSMJ 1996, sebuah organisasi yang menjadi motor penting dalam gerakan reformasi 1998. Ia bahkan dijuluki sebagai Idiolog FKSMJ oleh para aktivis Jakarta.
Namun, berbeda dengan tokoh aktivis lainnya yang memilih masuk ke partai politik dan masuk menjadi anggota DPR, ia lebih memilih untuk menjadi guru dan akademisi dengan tujuan yang mulia, yaitu membentuk karakter generasi muda.
Ia pernah mengajar di Labschool Jakarta dari tahun 1997 hingga 2002, dan juga menjabat sebagai wakil kepala sekolah di Tokyo Indonesian School (SRIT) sambil mempelajari budaya dan politik Jepang hingga akhir tahun 2006.
Setelah kembali dari Jepang, ia mengajar mata kuliah Sosiologi Politik di Universitas Negeri Jakarta, pada jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial (FIS).
Selain itu, Ubedilah juga menggeluti dunia menulis dan telah menerbitkan banyak karya tulis. Beberapa karya tulisnya telah dipublikasikan di berbagai media massa, baik lokal maupun nasional.
Ubedilah kerap berkontribusi pada negara dengan memberikan pandangan mengenai isu sosial dan politik melalui berbagai platform media. Ia merupakan pengamat isu sosial dan politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), sesuai dengan profesinya sebagai Dosen Sosiologi Politik di UNJ seperti dikutip dari suara
Ubedilah Endus Kekayaan Keluarga Jokowi dari Gratifikasi
Setiap keluarga pejabat publik seharusnya dibentengi agar tidak menerima fasilitas apapun dari pihak luar.
Sebab, bila menerima fasilitas maka ada dugaan gratifikasi yang bisa muncul dan mengarah korupsi.
Pandangan itu bahkan sudah dilaporkan analis sosial politik Ubedilah Badrun ke KPK pada 10 Januari 2022, terkait dugaan gratifikasi dua putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep.
Apalagi, baru-baru ini Kaesang diduga menggunakan pesawat jet pribadi saat berpergian ke luar negeri.
"Dugaan saya mendekati kebenaran. Artinya bahwa keluarga Jokowi dengan kekayaan yang melimpah dalam hitungan waktu yang sangat singkat itu dari mana? Maka laporan dugaan kuat bahwa ada gratifikasi, gratifikasi itu korupsi," kata Ubed saat menjadi narasumber di Political Show "Gaya Hidup Mewah Keluarga Jokowi, Indikasi Korupsi?" dikutip RMOL, Selasa (10/9).
Lanjut Ubed, korupsi sendiri tidak melulu soal aliran dana cash dari pihak luar langsung ke pejabat, namun bisa melalui keluarganya.
"Korupsi itu tidak selalu memakan uang negara. Tidak harus juga selalu langsung pejabat negara. Tetapi bagaimana uang berputar ke anak anak pejabat negara, tetapi tujuannya adalah sebenarnya," jelas Ubed.
Ubedilah pun menantang KPK untuk secara terang benderang dan transparan mengusut kasus dugaan gratifikasi ini.
"Oh iya. Saya kira itu dugaan kuat yang ke sana (gratifikasi). Nah karena ini sudah menjadi konsumsi publik dan sangat luar biasa sebetulnya KPK punya kewajiban Hukum memanggil untuk memanggil," pungkasnya.
Feri Amsari Ragu Dugaan Gratifikasi Kaesang Bisa Diusut Tuntas: KPK Jadi Boneka Presiden
Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, ragu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan serius menangani kasus dugaan gratifikasi putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep.
Menurut Feri, KPK yang menjadikan lembaga antirasuah berada di bawah lembaga eksekutif ini tak memiliki keberanian untuk mengungkap kasus yang erat kaitannya dengan Presiden.
Feri pun menganggap, lembaga anti rasuah saat ini bak menjadi 'boneka' Presiden Joko Widodo.
Pernyataan Feri disampaikan dalam program TalkShow Overview Tribunnews pada Rabu (4/9/2024).
"Sejak KPK menjadi lembaga di bawah rumpun eksekutif yang dibuat dan dirancang sendiri oleh Presiden, KPK itu adalah boneka Presiden."
"Pertanyaannya, bagaimana mungkin boneka semacam KPK menyelidiki kasus yang berkaitan erat dengan keluarga Presiden," kata Feri, Rabu (4/9/2024).
Feri menyebut, KPK hanya gimik dalam menangani kasus dugaan gratifikasi Kaesang.
Ia menganggap, tindakan KPK dalam penanganan kasus ini hanya demi meredam kemarahan publik saja karena telah viral.
Feri menilai, gimik tersebut tidak hanya dilakukan KPK tetapi juga oleh pihak lain.
"Bagi saya, drama ini mau dituntaskan karena publik sedang mempertanyakan dan ini viral. Tidak cuma hanya pemberian ini siapa, kepentingannya apa."
"Bahkan hal-hal kecil pun dalam peristiwa pesawat jet ini dibicarakan publik kemana-mana. Nah ini yang mau dihentikan (oleh KPK) daya marah publik terkait viralnya kasus ini dengan membangun gimik-gimik seperti ini," katanya.
Dengan analisanya itu, Feri pun menegaskan bahwa KPK menurutnya tidak akan tuntas dalam mengusut dugaan gratifikasi Kaesang.
Buka Topeng Keluarga Jokowi
Di sisi lain, Feri Amsari, memandang, kasus dugaan gratifikasi Kaesang Pangarep ini menjadi jalan untuk membuka topeng keluarga Jokowi selama ini.
Feri mengatakan, selama sepuluh tahun, keluarga Presiden Jokowi dikenal dengan citra sederhana dan tidak terlibat dalam politik bisnis maupun kepentingan lain.
Namun, menurutnya, topeng ini kini mulai terungkap.
Ia menilai, tampilan kesederhanaan keluarga Jokowi selama ini merupakan kamuflase.
"Bagi kita semua ini adalah pembukaan topeng keluarga Pak Jokowi selama 10 tahun ini dengan sangat manis memberi topeng keluargannya dengan penuh kesederhanaan, tidak ikut campur dalam kepentingan politik bisnis dan lain-lain. Tapi lama-lama terbuka topengnya satu persatu."
Feri menduga, di balik image sederhana Jokowi dan keluarganya, ada banyak permainan yang dijalankan.
"Ini memperjelas banyak hal, ini bukan keluarga politik sederhana tetapi keluarga yang dikamuflasekan terlihat sederhana, tetapi di baliknya banyak permainan, ini gambaran betapa korupnya keluarga ini," kata Feri.
Lebih lanjut, Feri menilai, gratifikasi yang ditudingkan kepada Kaesang itu memang benar adanya.
Feri lantas menyinggung bentuk gratifikasi yang dapat diterima maupun tidak bisa diterima oleh keluarga presiden.
Menurutnya, apabila ada salah satu pihak yang menerima gratifikasi, salah seorang yang bisa diselidiki adalah presiden.
"Harus diingat, kalau keluarga menerima, salah satu yang diselidiki adalah orang yang diindikasikan dengan orang pemberian. Siapa yang terkait dengan pemberian itu ya presiden," ujar Feri.
Dugaan Gratifikasi Kaesang Mencuat Bermula dari Postingan Istri
Kasus gratifikasi jet pribadi yang diduga diterima Ketua Umum PSI sekaligus putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep ini mencuat berawal dari Instagram Story yang diunggah oleh istrinya, Erina Gudono.
Dalam unggahannya itu, Erina memposting foto yang memperlihatkan jendela pesawat dengan pemandangan awan.
Namun, publik meyakini bahwa foto itu bukan diambil dari pesawat komersil, tetapi dari private jet atau jet pribadi.
Pesawat yang ditumpangi Kaesang dan Erina untuk pergi ke Amerika Serikat itu diketahui merupakan jet Gulfstream G650ER.
Harga sewa jet pribadi tersebut, diketahui juga mencapai Rp 8,7 miliar.
Pasca viralnya postingan tersebut, Kaesang pun dilaporkan ke KPK karena jet pribadi itu diduga hasil gratifikasi yaitu pemberian dari salah satu e-commerce terkemuka.
Hingga saat ini, sudah ada dua laporan yang diterima oleh KPK yaitu dari Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman dan dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun.***