Anggota Pansus Haji DPR Wisnu Wijaya mengatakan mereka menemukan sejumlah ketidaksesuaian berkaitan dengan pemberangkatan jemaah haji khusus yang dilakukan oleh penyelenggarah ibadah haji khusus atau PIHK.
Hal itu disampaikannya seusai pansus menggali keterangan para saksi dari unsur PIHK, pada Senin 1 Agustus 2024.
“Temuan ini berdasarkan data yang diperoleh dari saksi terdahulu, yakni dari unsur Kementerian Agama dan klarifikasi yang dilakukan terhadap beberapa PIHK yang memberangkatkan jamaah haji khusus dalam jumlah besar,” kata Wisnu dalam rilis yang diterima, Selasa 2 Agustus 2024.
Dari data yang diperoleh, teridentifikasi sekitar 3.500 jemaah haji khusus diberangkatkan tanpa melalui masa tunggu yang seharusnya, yaitu masa tunggu nol tahun.
Dia mengatakan, temuan ini mengonfirmasi keterangan yang pernah disampaikan oleh Direktur Bina Haji Khusus dan Umrah Kementerian Agama.
“Beberapa PIHK mengklaim bahwa data pemberangkatan nol tahun ini sudah disediakan oleh Kementerian Agama, kemudian pihak PIHK diminta untuk melakukan verifikasi kepada calon jemaah. Sementara yang lain menyebut bahwa data ini berasal dari internal PIHK,” kata Wisnu.
Anggota Komisi VIII DPR ini menyampaikan pansus juga menyoroti dugaan manipulasi terhadap pengelolaan Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat).
“Kami menemukan adanya jamaah yang terdaftar di Siskohat dengan jadwal keberangkatan seharusnya pada tahun 2026, tetapi justru diberangkatkan pada tahun 2024. Mengingat jumlah antrean calon jamaah haji khusus mencapai hampir 200 ribu dengan masa tunggu 6 sampai 7 tahun, praktik ini jelas tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku," kata Wisnu.
Hal ini, sambung Wisnu, menimbulkan dugaan adanya manipulasi data dalam Siskohat. Menurut Wisnu, Pansus sedang mendalami dugaan manipulatif itu.
Adapun DPR menyetujui pembentukan pansus haji dalam sidang paripurna ke-21 masa persidangan V, Selasa, 9 Juli 2024.
Pansus ini disahkan setelah anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina, membacakan pertimbangan alasan dibentuknya pansus haji.
Setidaknya ada 35 anggota DPR RI yang terdiri lebih dari dua fraksi yang setuju pembentukan panitia khusus untuk menyelidiki penyelanggaran haji 2024.
Salah satu masalah yang akan digali oleh panitia khusus adalah soal pembagian kuota haji yang tidak sesuai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah.
Pasal 64 ayat 2 menyebutkan bahwa kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen dari kuota haji Indonesia.
Panitia kerja Komisi VIII dan menteri agama awalnya sudah menetapkan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2024 pada 27 November 2023.
Mereka menyepakati kuota haji Indonesia sebanyak 241.000 jemaah dengan rincian haji reguler sebanyak 221.720 orang.
Kuota ini termasuk kuota tambahan hasil lobi pemerintah RI terhadap Arab Saudi, yang memberikan tambahan 20 ribu jemaah. Dari hasil kesepakatan itu juga ditetapkan anggaran haji 2024 sebesar Rp 8,3 triliun.
Namun di tengah jalan, Kementerian Agama justru mengalokasikan 20.000 kuota tambahan dengan rincian 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus.
Walhasil, kuota haji khusus justru melampaui batas 8 persen seperti yang ditetapkan Undang-Undang seperti dikutip dari tempo
Pansus Haji DPR Ditekan Sana Sini
Sejumlah bentuk tekanan yang menjurus pada dugaan intimidasi dialami oleh sejumlah saksi dan anggota Pansus Haji DPR.
Demikian pengakuan Anggota Pansus Haji Wisnu Wijaya dalam keterangannya kepada wartawan, Senin (2/9).
"Sejumlah saksi yang telah didatangkan oleh pansus, mulai dari unsur pemerintah maupun saksi dari unsur non pemerintah semisal jemaah, mulai menerima sejumlah bentuk tekanan dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Tekanan itu juga dirasakan oleh anggota pansus,” kata Wisnu.
Untuk memberikan perlindungan bagi seluruh saksi maupun anggota Pansus Haji, DPR menggandeng Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk mendukung kelancaran tugas selama proses penyelidikan.
“Menghadirkan LPSK adalah bentuk keseriusan Pansus Haji DPR dalam menjamin keselamatan dan keamanan para saksi yang secara berani telah bersedia memberikan keterangan secara jujur dan terbuka karena dorongan nurani untuk menyampaikan kebenaran,” kata Wisnu.
Politikus PKS ini menjelaskan bahwa LPSK akan memberikan sejumlah bentuk perlindungan kepada seluruh saksi maupun anggota Pansus Haji.
“Perlindungan dalam bentuk fisik semisal menyediakan safe house atau rumah aman, pengawalan melekat, hingga pendampingan hukum bagi para saksi yang mengalami ancaman dan gugatan hukum akibat dari keterangan yang disampaikan kepada Pansus Haji DPR," kata Wisnu.
Menurut Wisnu, perlindungan tersebut dapat diberikan berdasarkan permintaan saksi secara pribadi atau dapat melalui permintaan Pansus Haji DPR.
Wisnu menambahkan, LPSK akan mendampingi proses investigasi penyelenggaraan haji sampai penyelidikan oleh Pansus Haji DPR tuntas.
“Salah satu bentuk dukungan LPSK terhadap para saksi adalah kehadiran mereka secara fisik guna memantau penyampaian keterangan oleh para saksi yang dipanggil oleh Pansus Haji DPR,” demikian Wisnu.***