Kebijakan pemerintah yang mengizinkan pasir laut diekspor sama saja dengan menjual Tanah Air. Karena itu, seluruh pihak yang terlibat dalam pemberian izin ekspor pasir laut layak disebut sebagai pengkhianat bangsa.
“Hilangnya kedaulatan jangan hanya dipahami sebagai invasi asing yang merebut wilayah/teritori RI, tetapi juga hilangnya pulau (tanah dan air) akibat diekspor atau pindah ke luar negeri,” ucap Ketua Umum Jokowi Mania (JoMan), Immanuel Ebenezer, dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (24/9).
Noe, sapaan akrabnya, mendesak pemerintah untuk membatalkan PP 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut.
"Kalau soal ekspor pasir laut kenapa banyak yang tiba-tiba jadi orang gagu ya, pada diam semua. Siapapun yang terlibat dalam ekspor pasir laut sama saja orang itu menghianati para pejuang yang memperjuangkan bangsa ini sampai merdeka," tutur Noel.
"Dan mereka yang terlibat langsung dalam ekspor pasir laut kita samakan dengan kejahatan Terorisme dan Narkotika. Dan bangsa ini akan mencatat mereka sebagai Penghianat!" tegasnya.
Lebih lanjut, Noel meminta para pejabat yang terlibat dalam ekspor pasir laut untuk jujur, sudah berapa luas pulau yang hilang karena pasirnya dikeruk untuk dikirim ke luar negeri.
Di mana konsesi yang diberikan melalui PP 26/2023 mencapai 131.157 hektare. Artinya lebih dari 7 ribu kali luas pulau Sipadan-Ligitan (17,8 hektare) yang diperjuangkan habis-habisan saat bersengketa dengan Malaysia.
“Jangan dibilang bahwa luas konsesi tambang/ekspor pasir yang 131.157 hektare hanya mengambil pasir sedangkan luas wilayah kita tidak berkurang. Luas wilayah tetap, tetapi isinya tak ada lagi, karena sudah dipindahkan menjadi untuk memperluas daratan pulau di wilayah lain,” jelas Noel.
“Omong kosong kalau disebut hanya sedimentasi, itu hanya teori. Pengalaman dalam Hak Pengusahaan Hutan (HPH) sudah membuktikan,” tandasnya sepeti dikutip dari rmol
Anthony Budiawan : 20 Tahun Dilarang, Jokowi Kembali Ekspor Pasir Laut, Dapat Dipidana Pasal 3 UU No 31/1999
Setelah 20 tahun lebih, keran ekspor pasir laut akhirnya dibuka kembali oleh Jokowi. Publik patut mencurigai, kebijakan buka keran ekspor pasir laut ini berlatar belakang rente ekonomi, yang menguntungkan segelintir oligarki dengan merusak ekosistem laut.
Pengerukan pasir laut untuk ekspor dengan alasan mengendalikan dan membersihkan
sedimentasi di laut tidak dapat diterima sama sekali.
Alasan ini jelas hanya akal-akalan Jokowi dan para antek oligarkinya, demi meraup untung miliaran dolar, tanpa peduli kerusakan ekosistem dan lingkungan hidup laut.
Alasannya, pertama, di penghujung pemerintahannya, Jokowi seharusnya tidak boleh mengambil kebijakan strategis dan kontroversial seperti ekspor pasir laut yang menguntungkan pihak lain atau korporasi, dan secara nyata merusak lingkungan hidup.
Dalam hal ini, Jokowi diduga secara terang-terangan telah menyalahgunakan kewenangannya dengan tujuan menguntungkan pihak lain atau korporasi.
Untuk itu, (kalau terbukti) Jokowi dapat dipidana, seperti bunyi Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Kenapa Jokowi nekat menjadi beking para oligarki di penghujung kekuasaannya, yang seharusnya sudah masuk tahap demisioner karena sudah ada presiden terpilih yang akan dilantik pada 20 Oktober yang akan datang?
Kenekatan Jokowi menjelang lengser, patut diduga, Jokowi juga menerima manfaat ekonomi dari kebijakannya yang sangat kontroversial tersebut, yang merusak ekosistem laut dan menguntungkan para oligarki.
Selain kebijakan ekspor pasir laut, Jokowi sebelumnya juga memberi status PSN (Proyek Strategis Nasional) untuk PIK-2 dan BSD, yang membuat penduduk setempat dapat diusir secara paksa. Secara komersial, proyek PSN PIK-2 dan BSD akan memberi keuntungan ratusan triliun rupiah kepada oligarki pengembang kedua kawasan PSN tersebut.qw
Kedua, kalau alasannya adalah untuk pembersihan sedimentasi laut, maka Jokowi seharusnya menugaskan BUMN atau pemerintah daerah yang berwenang di sepanjang jalur pembersihan sedimentasi laut tersebut untuk melakukan pembersihan sedimentasi di maksud.
Bukan sebaliknya, Jokowi malah memberi payung hukum pengelolaan sedimentasi laut dan izin ekspor pasir laut kepada swasta, dengan keuntungan jutaan sampai milaran dolar.
Oleh karena itu, alasan pembersihan sedimentasi laut yang diserahkan kepada swasta ini secara telanjang mata merupakan alasan mengada-ada, dan merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang yang menguntungkan pihak lain, dan merugikan keuangan negara.
Kebijakan ini seyogyanya mendapat perlawanan keras dari masyarakat, dengan melaporkan Jokowi kepada KPK atas dugaan telah melakukan pelanggaran Pasal 3 UU Tipikor di maksud di atas.***