Penulis: Ali Syarief fusilatnews
Dalam beberapa tahun terakhir, perhatian publik Indonesia tertuju pada fenomena politik yang melibatkan keluarga Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dua anaknya, Gibran Rakabuming Raka yang menjabat sebagai Wakil Presiden dan Kaesang Pangarep yang memimpin Partai Solidaritas Indonesia (PSI), menjadi pusat diskusi tentang masa depan politik dinasti Jokowi. Banyak yang bertanya-tanya, apakah ini adalah strategi Jokowi untuk memastikan perlindungan bagi dirinya setelah lengser dari kekuasaan? Lebih jauh lagi, apakah kedua anak ini mampu melindungi Jokowi, yang menghadapi sejumlah persoalan hukum yang belum terselesaikan?
Dinasti Politik dan Persoalan Hukum
Dinasti politik Jokowi terlihat semakin mengakar kuat dengan pelantikan Gibran sebagai Wakil Presiden dan Kaesang sebagai Ketua Umum PSI. Namun, langkah-langkah ini bukan hanya soal ambisi politik semata, tetapi juga tentang perlindungan dan jaminan bagi Jokowi di masa mendatang. Pertanyaannya adalah, apakah strategi ini efektif untuk memastikan keamanan hukum Jokowi, atau justru membuka celah yang lebih besar bagi tuntutan hukum?
Tantangan utama yang dihadapi ketiga sosok ini, yaitu Jokowi, Gibran, dan Kaesang, adalah persoalan hukum. Jokowi, sebagai presiden, telah terlibat dalam berbagai kebijakan kontroversial, mulai dari proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) hingga dugaan korupsi dalam proyek-proyek infrastruktur. Gibran, yang diizinkan mencalonkan diri sebagai Wakil Presiden melalui putusan Mahkamah Konstitusi yang kontroversial, menghadapi tantangan legitimasi hukum. Sedangkan Kaesang, sebagai pemimpin parpol baru, harus menghadapi tudingan gratifikasi jet pribadi, yang mencoreng integritasnya di mata publik.
Fenomena ini bertentangan dengan prinsip Rechtsstaat atau negara hukum, di mana hukum seharusnya berlaku adil dan setara bagi semua warga negara, termasuk bagi keluarga presiden. Namun, kenyataannya, ketiga sosok ini justru tampak memiliki perlindungan hukum khusus yang tidak diberikan kepada rakyat biasa.
Tantangan di Bawah Rezim Prabowo: Penegakan Hukum yang Dinanti
Jika Prabowo Subianto, calon presiden yang potensial, memenangkan Pilpres 2024, tantangan besar yang dihadapinya adalah bagaimana memperlakukan ketiga sosok tersebut, terutama Jokowi, yang selama ini menjadi sekutunya. Penegakan hukum terhadap Jokowi dan keluarganya akan menjadi ujian besar bagi pemerintahan Prabowo. Mengabaikan pelanggaran hukum yang mungkin dilakukan oleh Jokowi dan anak-anaknya akan mencoreng kredibilitas Prabowo di mata rakyat dan merusak prinsip keadilan.
Sebaliknya, membawa mereka ke pengadilan akan menjadi “monumen keadilan hukum” dan memenuhi tuntutan rakyat yang menginginkan keadilan tanpa pandang bulu. Dalam hal ini, Prabowo harus memilih antara loyalitas politik dan komitmen terhadap penegakan hukum. Langkah apapun yang diambil akan berdampak besar pada legitimasinya sebagai pemimpin, serta pada kepercayaan rakyat terhadap sistem hukum Indonesia.
Kritik Terhadap Gibran dan Kaesang
Gibran dan Kaesang telah berada di sorotan publik sejak masuk ke ranah politik. Gibran, sebagai Wakil Presiden, diuntungkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi yang mengubah syarat usia minimal calon wakil presiden, sebuah langkah yang oleh banyak ahli hukum dianggap cacat konstitusional. Hal ini memperlihatkan bagaimana hukum dapat disesuaikan untuk kepentingan politik, merusak integritas Mahkamah Konstitusi sebagai penjaga konstitusi negara.
Kaesang, yang menjadi Ketua Umum PSI, juga menghadapi tuduhan gratifikasi terkait penggunaan jet pribadi. Kasus ini menjadi simbol dari semakin memburuknya kepercayaan publik terhadap elit politik yang dianggap memiliki hak istimewa di hadapan hukum. Bagaimana mungkin seorang yang baru memasuki dunia politik langsung dihadapkan pada skandal semacam ini, dan tetap diberi posisi penting di dalam sistem politik?
Kedua sosok ini, yang seharusnya menjadi contoh bagi generasi muda, justru terjebak dalam masalah hukum dan kontroversi. Hal ini menunjukkan bahwa dinasti politik Jokowi tidak lepas dari kritik dan sorotan tajam terkait pelanggaran prinsip-prinsip keadilan.
Membongkar Kesalahan dan Menuntut Penegakan Hukum
Tujuan utama dari kajian ini adalah untuk membongkar kesalahan yang dilakukan oleh Jokowi dan kedua anaknya, serta menuntut penguasa untuk membawa mereka ke ranah hukum. Penegakan hukum tidak boleh tebang pilih, dan masyarakat memiliki hak untuk melihat bahwa hukum ditegakkan secara adil, tanpa memperdulikan status sosial atau politik pelanggar.
Tindakan melindungi keluarga presiden dari penegakan hukum adalah bentuk dari pelanggaran serius terhadap prinsip negara hukum. Jika Jokowi, Gibran, dan Kaesang tidak diseret ke pengadilan atas dugaan pelanggaran mereka, ini akan menjadi preseden buruk bagi masa depan hukum Indonesia. Penegakan hukum yang tegas dan adil akan menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara hukum yang benar-benar berjalan, bukan hanya sekadar slogan.
Kesimpulan
Investasi politik Jokowi kepada kedua anaknya, Gibran dan Kaesang, tampak lebih sebagai upaya untuk melindungi dirinya dari tuntutan hukum setelah lengser dari kekuasaan. Namun, strategi ini menghadapi tantangan besar, baik dari segi legitimasi hukum maupun dari segi keadilan. Pemerintahan Prabowo, jika terpilih, akan berada di bawah tekanan besar untuk menegakkan hukum secara adil terhadap ketiga sosok ini.
Monumen keadilan hukum di masa depan akan ditentukan oleh bagaimana pemerintahan berikutnya memperlakukan kasus-kasus yang melibatkan Jokowi dan keluarganya. Apakah mereka akan diadili sesuai dengan prinsip negara hukum, atau justru dilindungi oleh jaringan politik yang mereka bangun selama ini? Jawabannya akan menentukan arah masa depan hukum dan keadilan di Indonesia.