Ketua Mahkamah Konstitusi 2003-2008, Prof Jimly Asshiddiqie menyoroti kehebohan berita Kaesang Pangarep Ketua Umum PSI yang menggunakan pesawat jet pribadi bersama Erina Gudono istrinya ke Amerika Serikat.
Sebelumnya Kaesang bersama kuasa hukumnya mendatangi Kantor KPK pada Selasa (17/9/2024) untuk melakukan klarifikasi setelah videonya bersama istri, Erina Gudono, menaiki jet pribadi itu viral di media sosial.
Prof Jimly meminta KPK agar menjalankan tugas sesuai aturan yang berlaku.
"Sebelum masuk ke proses pidana mulai dengan penyidikan, kan bisa juga penyelidikan dulu bisa juga ditelaah dulu, jadi nggak usah ribut-ribut. Jalankan saja tugasnya, kan belum tentu benar apa yang dipresepsikan publik," kata Prof Jimly kepada wartawan, Kamis (19/9/2024).
Menurutnya, kasus ini ada yang melihatnya biasa saja dan ada juga yang melihat tidak biasa-biasa saja.
"Masalah serius dikaitkan dengan gratifikasi meskipun belum masuk ke isu pidana tipikor, belum masuk ke isu suap apalagi korupsi yang merugikan keuangan negara, ini baru urusan gratifikasi," jelasnya.
Meski begitu, Prof Jimly mengingatkan bahwa dalam Tap MPR nomor 11 tahun 1998 tengang Korupsi keluarga pejabat dapat diperiksa aparat penegak hukum (APH).
"Tapi gratifikasi itu bagian sistim penegakkan hukum anti korupsi yang kalau kita bertipikor dari Tap MPR dulu sumber referensi waktu reformasi Tap MPR tentang KKN nomor 11 tahun 1998 itu kan jelas sekali," tegasnya.
"Jadi yang namanya benturan kepentingan antar jabatan, urusan pribadi, itu pejabat negara itu beserta keluarga-keluarganya disebut ekspelisi di dalam Tap MPR itu. Hubungan keluarga, walaupun bukan pejabat," timpalnya.
Kendati demikian, tambah dia, hal ini harus diklarifikasi terlebih dahulu.
"Nggak usah ribut-ribut teliti saja, lagi pula kan ini tuntutan banyak ya sudah itu kita serahkan kepada KPK, jangan mendikte agar KPK mengikuti cara berpikir kita, kan belum tentu masuk kasus pidana, bisa saja bukan, tapi bisa juga iya," katanya.
"Karena dua-dua argumen itu ada penjelasannya masing-masing jadi lebih baik kita nggak usah memaksakan diri untuk terlibat dalam pekerjaan KPK. Itu urusan KPK," imbuhnya.
Sebelumnya, putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep, mendatangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa, 17 September 2024.
Dia hadir setelah sebelumnya dipanggil terkait dugaan gratifikasi berupa penggunaan jet pribadi sejak akhir Agustus.
Kaesang tiba didampingi oleh kuasa hukum dan juru bicaranya, serta menyatakan bahwa kedatangannya merupakan inisiatif pribadi sebagai warga negara yang patuh hukum, bukan karena panggilan resmi.
"Meskipun sebenarnya, saya tidak ada kewajiban" kata anak Jokowi itu kepada awak media di Gedung KPK, Selasa pagi.
Sementara pada 11 September 2024 lalu, Ketua sementara KPK Nawawi Pomolango menegaskan bahwa pihaknya akan menyelidiki dugaan gratifikasi jet pribadi yang diterima oleh Kaesang.
Selain itu, menantu Jokowi yang juga Wali Kota Medan, Bobby Nasution, diduga menerima gratifikasi serupa.
Saat ini, kasus dugaan gratifikasi tersebut sedang ditangani oleh Direktorat Pelayanan Pelaporan dan Pengaduan Masyarakat (PLPM) KPK.
Hanya Nebeng teman
Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep menjelaskan bahwa perjalanannya menggunakan pesawat jet pribadi ke Amerika Serikat pada Agustus lalu hanyalah ‘nebeng’ teman.
“Numpang ke teman, kalau bahasa bekennya nebeng," kata Kaesang, Selasa lalu.
Namun, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa tidak ada teman Kaesang di dalam jet pribadi tersebut.
"Yang bersangkutan pergi berempat ya," kata Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan saat ditemui di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan pada Selasa, 17 September 2024.
Pahala menjelaskan empat penumpang private jet itu adalah Kaesang dan istrinya Erina Gudono, kakak istrinya, serta seorang staf. Pahala tidak memberikan jawaban tegas terkait keberadaan teman Kaesang yang disebutkan.
"Nanti kita tanya sama temannya," ujar Pahala.
Ia juga menuturkan tidak ada pasukan pengamanan presiden atau paspampres dalam pesawat jet pribadi tersebut.
"Enggak, kan dibilang, yang bersangkutan, istri, kakak Istri, dan staf. Enggak ada Paspampres."
Nebeng
Juru bicara Kaesang, Francine Widjojo, menjelaskan kronologi perjalanan Kaesang dan istrinya, Erina Gudono, ke Amerika Serikat dengan jet pribadi.
Menurutnya, Kaesang awalnya berencana berangkat ke Amerika Serikat pada 20 Agustus dengan pesawat komersial.
Namun, secara kebetulan, seorang teman Kaesang juga akan pergi ke Amerika Serikat pada 18 Agustus 2024. Akhirnya, Kaesang memutuskan untuk berangkat bersama temannya karena tujuan mereka sama.
“Kebetulan searah, jadi nebeng,” kata Francine di Kantor KPK pada Selasa, 17 September 2024.
Saat ditanya apakah Kaesang membayar untuk ikut dalam jet pribadi tersebut, Francine menanggapinya dengan bercanda, mengingat kapasitas kursi yang terbatas.
“Ya masih muatlah, dan karena searah juga,” kata dia.
Inisial Y
KPK menyatakan telah mengetahui identitas pihak yang memberikan tumpangan jet pribadi kepada Kaesang Pangarep dan istrinya, Erina Gudono, untuk perjalanan ke Amerika Serikat pada Agustus lalu.
Namun, lembaga antikorupsi tersebut belum memiliki informasi lengkap mengenai profil pihak tersebut.
“Inisial Y kalau enggak salah depannya, tapi kita enggak tahu bener enggak nama lengkapnya ini, WNI apa WNA, pesawat punya siapa, nanti kita konfirmasi lagi,” kata Pahala Nainggolan di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta Selatan, Selasa (17/9/2024) seperti dikutip dari monitorindonesia
Abdullah Hehamahua : 'Meluruskan Kekeliruan KPK Tentang Kaesang'
Kaesang, Rafael, dan Gratifikasi
UU No. 31/99 jo UU No. 20/21, pasal 12B menyebutnya, gratifikasi adalah penerimaan sesuatu oleh PN atau PNS dalam kaitannya dengan pelaksanaan tugas.
Kaesang bukan seorang PN atau PNS sehingga apa saja yang diterima dari siapa pun, tidak terkategori gratifikasi.
Apakah itu bermakna, Kaesang bisa lolos dari jeratan hukum APH, khususnya KPK.? Tidak juga. !!!
Bergantung “political will” dan kecanggihan proses penanganan perkara oleh KPK. Sebab, KPK bisa mengulangi kasus Rafael Alun, pejabat Direktorat Jenderal Pajak, Kemenkeu.
Kasus Rafael bermula dari ulah anaknya, Mario Dandy Satrio, 20 Februari 2023, menganiaya seorang remaja berumur 17 tahun.
Penganiayaan Mario di kawasan Ulujami, Jaksel tersebut mengakibatkan korban mengalami koma cukup lama di RS Mayapada, Jakarta.
Mario yang berpenampilan hedonis dengan motor besar Harley Davidson dan jeep robicon memicu polemik dalam masyarakat.
Terungkaplah bau busuk bahwa, Mario adalah anak seorang pejabat Dit. Pajak, Kemenkeu. Masyarakat melalui medsos mendesak KPK agar memroses Rafael. KPK menolak dengan alasan, tidak ada tindak pidana korupsi yang dilakukan Rafael.
Saya pun menulis artikel singkat tentang hal tersebut. Saya menyarankan KPK agar memeriksa LHKPN Rafael.
Hasilnya, Rafael dijatuhi hukuman 14 tahun penjara. KPK berdasarkan pengalaman Rafael tersebut, dapat memroses kasus Kaesang melalui tiga pintu berikut:
1. KPK dan Bobby Nasution
Bobby Nasution (BN), sejatinya merupakan sarapan empuk bagi KPK. Sebab, BN adalah PN dan sudah banyak laporan masyarakat mengenai dugaan korupsinya.
Bahkan, pak Busyro Muqoddas, Saut Situmorang (keduanya mantan Pimpinan KPK), ICW, beberapa alumni KPK, dan saya, melapor langsung ke Plt Ketua KPK, Nawawi Pomolango.
Kami meminta KPK segera memroses dugaan korupsi BN, mantu Jokowi dan isterinya Kahiyang Ayu berkenaan dengan isu Blok Medan di Makuku Utara. KPK dapat mengenakan pasal-pasal berlapis terhadap BN seperti pasal 2, 3, 5, dan pasal 12 UU Tipikor.
KPK juga dapat memidana BN berkaitan dengan gratifikasi. Sebab, menurut pasal 12B UU Tipikor, gratifikasi adalah penerimaan sesuatu oleh PNS atau PN berkaitan dengan jabatannya. BN adalah PN sehingga sehingga bisa langsung diproses KPK.
Sebab, menurut ahli telematika, Roy Suryo, BN pernah menumpang pesawat jet pribadi milik pengusaha Medan Asian Capital Grup, RA.
Pasal 12B UU Tipikor menetapkan, penerima gratifikasi harus melapor ke KPK dalam waktu 30 hari kerja sejak menerima gratifikasi.
Namun, disebabkan BN tidak melapor dalam waktu 30 hari kerja, padahal peristiwanya terjadi pada tanggal 11 Desember 2022, maka kasus ini bukan lagi gratifikasi, tapi sudah berststus suap.
Jika BN mengendarai jet pribadi dengan biaya sendiri, beliau harus buktikan, dari mana asal uang tersebut.
KPK dalam penyelidikan/penyidikan kasus BN tersebut, harus menghadirkan Kaesang sebagai saksi. Sebab, Kaesang pernah menumpang jet pribadi.
Jika ditemukan dua alat bukti yang meyakinkan sehingga BN ditetapkan sebagai tersangka maka, Kaesang juga dapat ditetapkan sebagai tersangka karena keikutsertaannya berdasarkan pasal 55 KUHP.
2. KPK dan Korupsi Gibran
KPK dapat memasuki pintu kedua mengenai kasus Kaesang dengan cara memeriksa LHKPN Gibran. Sebab, menurut UU No 28/1998, PN wajib melaporkan harta kekayaannya, sebelum, selama, dan sesudah menjabat. Konsekuensi logisnya, Gibran harus melapor kekayaannya karena sudah tidak menjabat walikota.
KPK sambil menunggu LHKPN Gibran yang terbaru, dapat menggunakan LHKPN-nya sebagai cawapres.
Sebab, setiap capres, cawapres, kepala daerah, dan caleg harus melaporkan kekayaanya ke KPK sebelum Pilpres, Pileg, dan Pilkada.
KPK, berdasarkan laporan masyarakat, antara lain oleh Ubedilah Badrun dan MoU di antara perusahaan Shopee dan walikota Solo, maka status pemeriksaan LHKPN Gibran ditingkatkan ke tahap “pemeriksaan khusus.”
KPK dalam konteks ini melakukan dua hal. Pertama, Gibran diminta membuktikan dari mana hasil kekayaan yang dimiliki, diperoleh.
Jika Gibran tidak bisa membuktikan kelegalan harta yang dimiliki, maka beliau dapat dikenakan pasal gratifikasi, suap, konflik kepentingan, pemerasan atau “money laundry.”
KPK dalam konteks ini dapat mengundang beberapa saksi antara lain: Kaesang, BN, isteri BN, perusahaan Shopee, Pemda Solo, dan Jokowi.
Jika KPK menemukan dua alat bukti sehingga Gibran berstatus tersangka maka seluruh anggota keluarga Jokowi, termasuk Kaesang, sesuai pasal 55 KUHP, masuk penjara.
3. KPK dan Korupsi Jokowi
Pintu ketiga yang bisa digunakan KPK untuk memenjarakan Kaesang adalah memeriksa LHKPN Jokowi. Sebab, Jokowi, pasca lengser dari jabatan presiden, harus melaporkan kekayaannya.
KPK dengan menggunakan metode serupa seperti disebutkan sebelumnya, yakni pembuktian terbalik atas harta yang dimiliki.
KPK dalam proses tersebut, dapat mengundang pelbagai saksi, antara lain seluruh anggota keluarga Jokowi (termasuk Kaesang), para Menteri, pimpinan DPR, dan Kepala Daerah terkait. Hasilnya, Jokowi dan keluarganya, termasuk Kaesang dapat dipenjarakan.
Sebab, dosa Jokowi tidak terhitung, mulai dari KKN, khususnya kolusi, nepotisme, gratifikasi, pemerasan, dan money laundry. In syaa Allah !!!