Dugaan gratifikasi berupa jet pribadi yang diterima Kaesang Pangarep memasuki babak baru. Pada Selasa (17/9), putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu datang ke KPK.
Kaesang mengklaim kedatangannya atas inisiatif pribadi, bukan karena panggilan penyidik KPK.
Usai bertemu penyidik KPK, Kaesang mengaku memberikan keterangan sekaligus berkonsultasi soal penggunaan jet pribadi itu.
Kaesang mengakui naik jet pribadi untuk perjalanan ke Amerika Serikat (AS) bersama istrinya, Erina Gudono, pada 18 Agustus 2024. Kakak Erina dan seorang staf ikut serta dalam perjalanan itu.
Dia mengatakan sebetulnya tak sengaja naik jet pribadi. Awalnya, kata Kaesang, ia mau naik pesawat komersial. Namun, akhirnya ia ikut serta alias nebeng dengan temannya di jet pribadi itu.
"Saya juga di dalam mengklarifikasi mengenai perjalanan saya di tanggal 18 Agustus ke Amerika Serikat, yang numpang atau bahasa bekennya nebeng lah, nebeng pesawatnya teman saya," kata Kaesang di Gedung KPK, Jakarta Selatan.
Kuasa Hukum Kaesang, Nasrullah, pun mengklaim tak ada upaya Kaesang mengulur-ulur waktu memberikan keterangan ke KPK.
Menurutnya, Kaesang memberi penjelaskan ke KPK masih sesuai waktu yang ditentukan UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Nomor 20/2001. Apalagi, menurutnya, Kaesang juga bukan pejabat negara.
Pasal 12 C Ayat (2) UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) mengatur tiap gratifikasi yang diterima pegawai negeri atau penyelenggara negara wajib dilaporkan penerima paling lambat 30 hari sejak gratifikasi itu diterima.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan menyebut Kaesang menumpang jet pribadi dengan sang teman berinisial Y.
Namun, Pahala belum mengetahui pasti siapa pemilik jet pribadi itu. Dia juga tak tahu apakah Y ada di dalam pesawat itu saat Kaesang menuju AS.
Pahala pun menyebut dugaan gratifikasi yang diterima Kaesang mencapai Rp360 juta jika dikonversi dari fasilitas yang diterima ke bentuk uang rupiah.
"Kalau ditetapkan milik negara, ini kan fasilitas ya, jadi harus dikonversi jadi uang, nanti disetor uangnya gitu," kata Pahala.
"Yang bersangkutan ini sudah bilang, 'oh ya kira-kira Rp90 juta lah satu orang', gitu ya seharga tiket. Ini kalau kita tetapkan milik negara ya," imbuhnya.
KPK diminta usut dugaan gratifikasi Kaesang
KPK menyatakan butuh waktu 30 hari untuk menganalisis laporan Kaesang soal dugaan gratifikasi jet pribadi.
Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto menyebut Direktorat Gratifikasi akan berkoordinasi dengan Direktorat Penerimaan Layanan dan Pengaduan Masyarakat (PLPM).
Peneliti dari Pusat Studi Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Saksi FH Unmul) Herdiansyah Hamzah menilai KPK harus tetap mengusut kasus dugaan jet pribadi ini meski Kaesang telah memberikan klarifikasi.
Castro, sapaan akrabnya, berpendapat Kaesang tak mengakui secara terang-terangan bahwa tumpangan jet pribadi itu adalah bentuk gratifikasi.
"Ketentuan 30 hari sebagaimana dimaksud Pasal 12 C UU tipikor itu kan berlaku kalau yang bersangkutan secara sadar melaporkan gratifikasi yang diterimanya," kata Castro, Rabu (18/9).
"Beda soal kalau orangnya ngotot dan merasa itu bukan gratifikasi. Jadi mestinya jalan terus saja," sambungnya.
Dia menilai KPK tak seharusnya mempertanyakan posisi atau kapasitas Kaesang yang tak punya jabatan apapun di pemerintahan.
Castro menegaskan status Kaesang sebagai anak Presiden Jokowi dan adik wakil presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka sudah cukup membuat kasus ini terang benderang.
"Ada semacam konflik kepentingan yang tajam mengingat keluarganya ada di sekeliling Istana. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi KPK untuk tidak melakukan proses hukum lebih lanjut terhadap Kaesang," tutur dia.
Castro pun menantang keberanian KPK memeriksa Kaesang. Kasus ini bisa jadi momentum membalikkan pesimisme publik terhadap KPK.
"Problem yang membuat publik pesimis, karena KPK adalah lembaga di bawah kekuasaan eksekutif. Jadi apa berani memeriksa anak presiden?" ujar dia.
Terpisah, Ketua IM 57+ Institute M Praswad Nugraha menilai seharusnya KPK mempelajari klarifikasi Kaesang dan tidak percaya begitu saja dengan yang disampaikan anak Jokowi itu.
Menurutnya, KPK perlu mendalami alasan Kaesang bisa dapat tumpangan jet pribadi untuk pergi ke AS. Selain itu, kata dia, konversi nilai penggunaan jet pribadi itu tak rasional.
"Pada sisi rasionalitas, apakah rasional private jet dapat disewa dengan harga Rp90 juta per orang dengan destinasi Indonesia-Amerika dan alasan nebeng?" tutur Praswad.
"Sedangkan harga kelas bisnis dari maskapai komersil biasa/non private jet ke tujuan yang sama memiliki harga yang jauh lebih mahal," sambungnya.
KPK, kata dia, harus mulai melakukan penyelidikan dugaan gratifikasi yang diterima Kaesang.
Menurut Praswad, dugaan gratifikasi jet pribadi ini bisa membuka ke hal-hal lainnya. Sebab, pada banyak kasus, pemberian gratifikasi tak pernah tunggal.
"Bukan tidak mungkin, fasilitas pesawat jet pribadi bukan satu-satunya pemberian apabila dibandingkan dengan kasus lainnya. Karena pemberian gratifikasi pada sejarah penanganan kasus di KPK tidak pernah tunggal," kata Praswad.
"KPK selama ini selalu bisa membuktikan, pasti ada pemberian-pemberian lainnya selain yang terekspose di media. Mengapa untuk kasus dugaan gratifikasi Kaesang KPK seolah-olah menjadi kebingungan untuk memahami anatomi perkara ini," ucapnya seperti dikutip dari CNN Indonesia
Feri Amsari Ragu Dugaan Gratifikasi Kaesang Bisa Diusut Tuntas: KPK Jadi Boneka Presiden
Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, ragu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan serius menangani kasus dugaan gratifikasi putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep.
Menurut Feri, KPK yang menjadikan lembaga antirasuah berada di bawah lembaga eksekutif ini tak memiliki keberanian untuk mengungkap kasus yang erat kaitannya dengan Presiden.
Feri pun menganggap, lembaga anti rasuah saat ini bak menjadi 'boneka' Presiden Joko Widodo.
Pernyataan Feri disampaikan dalam program TalkShow Overview Tribunnews pada Rabu (4/9/2024).
"Sejak KPK menjadi lembaga di bawah rumpun eksekutif yang dibuat dan dirancang sendiri oleh Presiden, KPK itu adalah boneka Presiden."
"Pertanyaannya, bagaimana mungkin boneka semacam KPK menyelidiki kasus yang berkaitan erat dengan keluarga Presiden," kata Feri, Rabu (4/9/2024).
Feri menyebut, KPK hanya gimik dalam menangani kasus dugaan gratifikasi Kaesang.
Ia menganggap, tindakan KPK dalam penanganan kasus ini hanya demi meredam kemarahan publik saja karena telah viral.
Feri menilai, gimik tersebut tidak hanya dilakukan KPK tetapi juga oleh pihak lain.
"Bagi saya, drama ini mau dituntaskan karena publik sedang mempertanyakan dan ini viral. Tidak cuma hanya pemberian ini siapa, kepentingannya apa."
"Bahkan hal-hal kecil pun dalam peristiwa pesawat jet ini dibicarakan publik kemana-mana. Nah ini yang mau dihentikan (oleh KPK) daya marah publik terkait viralnya kasus ini dengan membangun gimik-gimik seperti ini," katanya.
Dengan analisanya itu, Feri pun menegaskan bahwa KPK menurutnya tidak akan tuntas dalam mengusut dugaan gratifikasi Kaesang.
Buka Topeng Keluarga Jokowi
Di sisi lain, Feri Amsari, memandang, kasus dugaan gratifikasi Kaesang Pangarep ini menjadi jalan untuk membuka topeng keluarga Jokowi selama ini.
Feri mengatakan, selama sepuluh tahun, keluarga Presiden Jokowi dikenal dengan citra sederhana dan tidak terlibat dalam politik bisnis maupun kepentingan lain.
Namun, menurutnya, topeng ini kini mulai terungkap.
Ia menilai, tampilan kesederhanaan keluarga Jokowi selama ini merupakan kamuflase.
"Bagi kita semua ini adalah pembukaan topeng keluarga Pak Jokowi selama 10 tahun ini dengan sangat manis memberi topeng keluargannya dengan penuh kesederhanaan, tidak ikut campur dalam kepentingan politik bisnis dan lain-lain. Tapi lama-lama terbuka topengnya satu persatu."
Feri menduga, di balik image sederhana Jokowi dan keluarganya, ada banyak permainan yang dijalankan.
"Ini memperjelas banyak hal, ini bukan keluarga politik sederhana tetapi keluarga yang dikamuflasekan terlihat sederhana, tetapi di baliknya banyak permainan, ini gambaran betapa korupnya keluarga ini," kata Feri.
Lebih lanjut, Feri menilai, gratifikasi yang ditudingkan kepada Kaesang itu memang benar adanya.
Feri lantas menyinggung bentuk gratifikasi yang dapat diterima maupun tidak bisa diterima oleh keluarga presiden.
Menurutnya, apabila ada salah satu pihak yang menerima gratifikasi, salah seorang yang bisa diselidiki adalah presiden.
"Harus diingat, kalau keluarga menerima, salah satu yang diselidiki adalah orang yang diindikasikan dengan orang pemberian. Siapa yang terkait dengan pemberian itu ya presiden," ujar Feri.
Dugaan Gratifikasi Kaesang Mencuat Bermula dari Postingan Istri
Kasus gratifikasi jet pribadi yang diduga diterima Ketua Umum PSI sekaligus putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep ini mencuat berawal dari Instagram Story yang diunggah oleh istrinya, Erina Gudono.
Dalam unggahannya itu, Erina memposting foto yang memperlihatkan jendela pesawat dengan pemandangan awan.
Namun, publik meyakini bahwa foto itu bukan diambil dari pesawat komersil, tetapi dari private jet atau jet pribadi.
Pesawat yang ditumpangi Kaesang dan Erina untuk pergi ke Amerika Serikat itu diketahui merupakan jet Gulfstream G650ER.
Harga sewa jet pribadi tersebut, diketahui juga mencapai Rp 8,7 miliar.
Pasca viralnya postingan tersebut, Kaesang pun dilaporkan ke KPK karena jet pribadi itu diduga hasil gratifikasi yaitu pemberian dari salah satu e-commerce terkemuka.
Hingga saat ini, sudah ada dua laporan yang diterima oleh KPK yaitu dari Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman dan dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun.***