Presiden Joko Widodo diperkirakan akan mewariskan utang sejumlah lebih dari Rp8.000 triliun kepada pemerintahan Prabowo-Gibran.
Menurut buku APBN Kementerian Keuangan, per semester pertama 2024, utang pemerintah telah mencapai angka Rp8.444,87 triliun. Angka ini setara dengan 39,13% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Dari total utang tersebut, sebesar 87,85% atau sekitar Rp7.418,76 triliun berasal dari Surat Berharga Negara (SBN), sementara sisanya, 12,15% atau sekitar Rp1.026,11 triliun, berasal dari pinjaman. Lebih lanjut, pinjaman dalam negeri yang akan diwariskan Jokowi berjumlah Rp38,10 triliun, sementara pinjaman luar negeri mencapai Rp988,01 triliun.
Jumlah utang yang akan diwariskan oleh Jokowi kepada Prabowo ini mengalami peningkatan hampir empat kali lipat dibandingkan dengan utang yang diwariskan oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kepada Jokowi pada tahun 2014, yaitu sebesar Rp2.609 triliun. Dengan demikian, pemerintahan Prabowo akan langsung dihadapkan dengan pembayaran utang yang cukup besar, yaitu sebesar Rp8,33 triliun yang jatuh tempo pada tahun 2025.
Meskipun demikian, Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan bahwa pemerintah terus berusaha mengurangi ketergantungan pada utang dalam menjalankan pembangunan. Pemerintah berupaya mengoptimalkan potensi pembiayaan non-utang guna mengendalikan ketergantungan pada pembiayaan utang.
Upaya pemerintah untuk mengurangi ketergantungan pada utang menunjukkan komitmen untuk menjaga kesehatan fiskal negara. Namun, besarnya jumlah utang yang akan diwariskan kepada pemerintahan berikutnya menimbulkan tantangan tersendiri dalam mengelola keuangan negara di masa depan seperti dikutip dari wartaekonomi
Ekonom sekaligus Anggota Dewan Pakar TKN Dradjad Hari Wibowo buka suara soal tingginya utang jatuh tempo yang harus dilunasi pemerintahan Prabowo-Gibran pada 2025, yakni mencapai Rp800,3 triliun.
Nilai itu terdiri dari utang jatuh tempo surat berharga negara (SBN) senilai Rp705,5 triliun dan pinjaman senilai Rp94,83 triliun.
Dradjad menyatakan bahwa pihaknya sudah mengakui beban pembayaran utang tahun depan, baik pokok maupun bunga utangnya sangat besar. Nilainya naik dari utang jatuh tempo 2024 senilai Rp434 triliun.
Pihaknya juga telah mempertimbangkan situasi ekonomi global yang berisiko melambat. Oleh karena itu, pemerintahan Prabowo-Gibran akan mengantisipasinya dengan melakukan terobosan di bidang penerimaan negara.
"Kalau kita enggak sanggup melakukan terobosan di bidang penerimaan negara, utang kita akan membengkak," ujar Dradjad saat diwawancarai usai acara Sarasehan Nasional: Peluncuran AI Transformation Policy Manifesto, Rekomendasi untuk Optimalisasi Ekonomi Digital Indonesia, Selasa (20/8/2024).***