Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PP IPM) menyatakan keputusan Mahkamah Konstitusi atau MK mengikat dan tidak bisa dianulir, sehingga seluruh pihak harus menghormati.
Ketua Bidang Advokasi dan Kebijakan Publik PP IPM, Fajri Syahiddinillah, mengatakan upaya untuk mengubah atau menganulir keputusan MK melalui Perppu atau revisi undang-undang bertentangan prinsip-prinsip integritas, supremasi hukum, dan demokrasi.
"Keputusan MK bersifat final dan mengikat serta tidak dapat dianulir oleh kekuasaan eksekutif atau legislatif, sebagaimana diatur dalam UUD 1945," kata Fajri, Kamis, 22 Agustus 2024.
Pada Selasa, 20 Agustus 2024, MK membuat keputusan terkait tahapan pencalonan kepala daerah, yakni Nomor 60/PUU-XXII/2024 tentang ambang batas pencalonan partai politik atau gabungan partai untuk mengusung pasangan calon kepala daerah.
Kemudian keputusan Nomor 70//PUU-XXII/2024 tentang batas minimal usia minimum kepala daerah dihitung sejak mendaftar ke KPU, yang mana putusan ini memupuskan putusan Mahkamah Agung (MA) yang menyebut ambang batas usia dihitung sejak pelantikan.
Belakangan, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI merevisi Undang-Undang Pilkada terkait putusan MK dan mengadopsi aturan batas usia calon kepala daerah sesuai Putusan MA No. 23/P/HUM/2024 yang menyebutkan syarat minimal usia 30 tahun bagi calon gubernur dihitung sejak pelantikan.
Menurut Fajri, upaya untuk menganulir keputusan MK merupakan pelanggaran terhadap prinsip negara hukum dan melemahkan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.
"Karena itu, kami mendesak semua pihak untuk menghormati keputusan MK dan tidak melakukan tindakan yang berpotensi merusak tatanan hukum yang telah disepakati," ucap Fajri.
Fajri menuturkan PP IPM berkomitmen untuk terus mengawal jalannya demokrasi di Indonesia dengan berlandaskan pada nilai-nilai keadilan, integritas, dan kepastian hukum. "Kami mengajak seluruh rakyat indonesia untuk mengawal putusan MK dan melawan setiap upaya yang tidak mematuhi putusan MK," ujar Fajri.
"Pernyataan sikap ini kami buat demi terjaganya kedaulatan hukum dan stabilitas demokrasi di Indonesia," tutur Fajri seperti dikutip dari tempo
DPR RI memastikan tidak ada pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada menjadi undang-undang pada hari ini. Hal ini disampaikan langsung oleh beberapa anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR setelah menemui massa aksi yang berkumpul di depan Gedung DPR RI.
Wakil Ketua Baleg, Achmad Baidowi menyampaikan, rapat paripurna yang seharusnya berlangsung hari ini tidak terlaksana, sehingga pengesahan RUU Pilkada tidak akan dilakukan.
"Kami menemui massa dan menyampaikan informasi bahwa tidak ada pengesahan RUU Pilkada menjadi undang-undang karena rapat paripurna tadi tidak terlaksana. Jadi, sampai hari ini, tidak ada pengesahan undang-undang Pilkada," jelas Baidowi.
Pernyataan ini diperkuat oleh anggota Baleg lainnya, Habiburokhman, yang juga turut hadir di lokasi. Meski sempat mengalami insiden kecil saat menemui demonstran, ia menegaskan bahwa DPR tidak akan melakukan pengesahan RUU tersebut pada hari ini.***