Publik dihebohkan dengan penangkapan polisi militer (pom) TNI terhadap personel Densus 88 Antiteror Polri, Bripda IM di kawasan Cipete, Jakarta Selatan pada pekan lalu.
Pom TNI yang melekat bertugas mengawal Jampidsus Kejagung Febrie Adriansyah menangkap Bripda IM, lantaran menguntit pergerakan Febrie.
Setelah itu, Bripda IM dibawa ke ruang Jampidsus Kejagung untuk menjalani pemeriksaan.
Imbas penangkapan itu, muncul konvoi diduga puluhan personel Brimob Polri bersenjata lengkap berpakaian serba hitam dikawal kendaraan taktis (rantis) menggeber motor untuk meneror Kejagung, Jakarta Selatan.
Pengamat komunikasi militer Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting menilai, langkah pom TNI menangkap seseorang yang gerak-geriknya mencurigakan sudah tepat.
Menurut dia, penugasan prajurit TNI aktif di luar struktur TNI merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI yang mempunyai tugas pokok, yakni menegakan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI dan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.
"Tugas tersebut dilaksanakan melalui Operasi Militer Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP), di mana terdapat satu klausul dalam OMSP yakni mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis," ujar Ginting di Jakarta, Senin (27/5/2024).
Menurut dia, permintaan untuk menjaga petinggi Kejaksaan Agung (Kejagung) juga berkorelasi dengan adanya posisi Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Militer (Jampidmil) yang ditempati pati TNI bintang dua.
Ginting menyebut, keberadaan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI yang terdiri atas tiga matra untuk menjaga kantor Kejagung otomatis menjaga dari gangguan yang dapat menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu kasus tertentu.
"Jika 'gangguan' keamanan itu datangnya dari pihak kepolisian, tidak ada masalah bagi pom TNI untuk memeriksa personel kepolisian. Setelah itu dikembalikan kepada institusinya," ucap Selamat.
Dia menilai, tidak ada yang salah dengan penangkapan personel Densus 88 Antiteror Polri.
Apalagi, Jampidsus Febrie sedang mengusut kasus korupsi izin timah, yang disebut-sebut berkorelasi dengan pensiunan bintang empat Polri.
Karena itu, jika ada yang mencoba mengganggu Jampidsus maka pom TNI yang mengawal bisa bertindak sesuai penugasan.
"Jadi tindakan pom TNI sudah betul menangkap personel kepolisian yang diduga dapat mengganggu proses hukum yang kemungkinan dalam kasus korupsi di PT Timah senilai sekitar Rp 271 triliun," ujar Ginting.
Sebelumnya, personel Densus 88 AT Polri sempat dibawa dan ditahan di ruang khusus Jampidsus Kejagung untuk diinterogasi maksimal.
Menyusul penangkapan tersebut, pada Senin (20/5/2024) malam WIB, terjadi peristiwa konvoi personel kepolisian dengan seragam hitam-hitam, membawa senjata laras panjang, berboncengan mengendarai sekitar sepuluh motor trail di kawasan kompleks Kejagung di Bulungan dan Blok M, Jaksel.
Pantauan Republika.co.id di luar kompleks Kejagung pada malam sekitar pukul 23.00 WIB, puluhan motor trail yang membawa personel seragam hitam-hitam itu, juga membawa serta satu kendaraan taktis lapis baja, antihuru-hara.
Konvoi personel hitam-hitam dengan senjata laras panjang itu, sengaja berhenti di pintu utama gerbang barat Kejagung yang berada di Jalan Bulungan.
Konvoi tersebut berhenti lama sekitar 10 menit dengan menyalakan sirene dan berteriak-teriak. Petugas Pengamanan Dalam (Pamdal) Kejagung yang berjaga-jaga di pintu barat tersebut memilih untuk menutup cepat gerbang.
Dan konvoi seragam hitam-hitam tersebut melanjutkan aksinya dengan mengitari kompleks Kejakgung sebanyak tiga sampai empat kali melalui Jalan Bulungan ke arah Jalan Panglima Polim kawasan Blok M.
Tidak ada peristiwa fisik pada kejadian Senin malam itu. Tetapi sepanjang Selasa (21/5/2024), pantauan Republika.co.id di kompleks Kejagung, terlihat terjadi peningkatan jumlah personel keamanan berseragam Mabes TNI. Bahkan satuan Pamdal diwajibkan mengenakan rompi antipeluru.