Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah mengaku pesimistis untuk menaruh rasa percaya ke Mahkamah Konstitusi (MK) dalam menangani Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU).
Alasannya, masih ada Anwar Usman, hakim konstitusi yang memutus perkara bernomor 90, memuluskan langkah Gibran Rakabuming Raka menjadi pasangan Prabowo Subianto di Pilpres 2024.
Rasa ragu yang ia miliki diyakini juga ada di dalam benak sebagian masyarakat, takut peristiwa putusan MK nomor 90 terulang selama masih ada Anwar Usman.
“MK jika ingin dipercaya maka perlu memberhentikan secara tidak hormat pada Anwar Usman, selama masih ada di gedung MK, maka MK tidak bisa diharapkan,” kata Dedi kepada Inilah.com, Minggu (17/3/2024).
Ia mengatakan, putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang menlarang Anwar Usman ikut serta dalam persidangan sengketa pilpres, hal itu dinilai kurang kuat membendung intervensi terhadap putusan berikutnya.
“Itu tidak cukup, Anwar Usman masih bisa lakukan lobi politik di MK, dan itu tentu saja tetap mengganggu integritas MK,” ucapnya menambahkan.
Dedi kembali menekankan, publik sulit berharap kepada MK bukan saja karena lantaran putusan MK nomor perkara 90 melainkan juga berulang kalinya para penyelenggar pemilu melanggar etik tapi tidak diberi sanksi tegas.
“Pemilu 2024 sudah usai, tidak ada lagi yang bisa dievaluasi, bukan karena legitimasi hasilnya, melainkan karena banyaknya persoalan, mulai dari transparansi penghitungan yang alami masalah, hingga putusan pada ketua MK dan KPU yang sama-sama diputus bersalah secara etis,” tuturnya.
Dedi menilai tidak heran jika wacana hak angket dan pengadilan rakyat bergulir karena sudah tidak ada lagi lembaga berwenang yang bisa publik percaya. “Justru, harapan masyarakat ada pada hak angket, tetapi sepertinya DPR juga tidak begitu bisa diharapkan,” ujar Dedi.
Pandangan berbeda disampaikan Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus. Ia berharap MK dapat mengembalikan kepercayaan publik melalui penanganan PHPU.
“MK mau tidak mau menjadi harapan terakhir bagi seluruh elemen bangsa untuk menguji hasil Pemilu 2024 ini. Kerja MK menguji hasil Pemilu 2024 ini diharapkan juga menjadi momen bagi MK untuk mengembalikan kepercayaan publik,” kata Lucius kepada Inilah.com, Jakarta, Minggu (17/3/2024).
Menurut dia, MK merupakan saluran hukum satu-satunya untuk menguji hasil pemilu. MK harus mampu menguji hasil pemilu secara transparan. “Keraguan publik pada MK harus menjadi amunisi para hakim agar bekerja dengan jujur atas dasar perintah konstitusi,” ucap Lucius menjelaskan.
Sebelumnya, Menko Polhukam Hadi Tjahjanto menegaskan akan terus memantau proses penyelesaian sengketa Pemilu 2024 setelah rekapitulasi tingkat nasional selesai.
"Kami terus memantau, kami terus membantu menyiapkan yang diperlukan pada proses-proses tersebut," kata Hadi saat ditemui di Kantor Kemenko Polhukam RI, Jakarta Pusat, Jumat (15/3/2024).
Hadi menilai proses sengketa pemilu haruslah diselesaikan sesuai dengan prosedur hukum seperti melalui MK ataupun lewat lembaga yang telah disediakan pemerintah yakni Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).
Hadi memastikan proses gugatan akan dilindungi secara hukum demi terciptanya situasi yang aman dan kondusif. Dia justru tidak membenarkan adanya aksi penolakan pemilu dengan cara mengerahkan massa untuk turun ke jalanan, lantaran berpotensi menimbulkan konflik serta mengancam keamanan masyarakat.