Para aktivis yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Jogja Bersatu (ARJB) menurunkan foto Presiden Joko Widodo (Jokowi). Penurunan dilakukan di sela-sela acara diskusi “Udar Gagasan” bertema “Agenda Kritis Pasca Pemilu 2024, Ke Mana Arah Demokrasi Kita” di nDalem Soerjogoeritnan Yogyakarta, Minggu, 17 Maret 2024.
Pantauan KBA News di lokasi diskusi, awalnya Foto Presiden Jokowi dan Wapres Ma’ruf Amin, terpasang di bagian atas sebelah kanan dan kiri backdrop acara. Namun usai acara diskusi, sejumlah aktivis menurunkan foto Jokowi dan menggantikannya dengan foto Ma’ruf Amin.
Penurunan foto tersebut atas kesepakatan seluruh peserta yang hadir di acara. Aksi tersebut sebagai bentuk perlawanan terhadap rezim yang dinilai sudah mengebiri demokrasi. “Ini adalah simbolisasi dari perlawanan kita terhadap rezim yang sekarang berkuasa dan tirani,” kata Suseno, peserta diskusi.
Sementara itu, Ir KPH Adipati Bagas Pujilaksono Ph.D selaku narasumber pada acara diskusi mengkritisi pelaksanaan Pemilu 2024. Ia menilai pemilu yang seharusnya menjadi sarana memilih pemimpin bangsa secara demokratis, telah berjalan dengan penuh kecurangan.
Akademisi UGM Yogyakarta ini dengan tegas menyebut Pemilu 2024 sebagai pemilu paling brutal dalam sejarah Indonesia. “Sebelum pelaksanaan pemilu, berbagai bentuk pelanggaran aturan dan etika dipertontonkan oleh pemimpin negara,” ungkapnya.
Bagas menilai Presiden Jokowi telah melakukan berbagai intervensi, yang kemudian menyebabkan berbagai bentuk pelanggaran berat. “Termasuk dalam hal mengusung putranya Gibran Rakabuming Raka sebagai calon pendamping Prabowo Subianto dalam kontestasi Pilpres 2024,” ungkapnya.
Menurut dia, yang harus demokratis itu bukan hanya saat coblosan, tapi juga saat memunculkan kandidat calon pemimpin bangsa. “Itu tidak terjadi dalam pemilu kemarin. Kemunculan Gibran karena pendekatan kekuasaan, menutup peluang calon lain,” katanya.
Di tempat yang sama, Ketua Cabang Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Teguh Takalepta mengaku sebagai kalangan anak muda, merasa kecewa dengan dicalonkannya Gibran pada kontestasi Pilpres 2024.
Teguh menegaskan, meski Gibran berusia muda namun sama sekali tidak mewakili generasi muda atau milenial. “Kami tidak pernah merasa Gibran mewakili kami kaum muda,” tegasnya.
Menurut dia, kaum muda justru harus mawas diri dan bisa belajar dari kasus ini. “Menjadi pemimpin bangsa itu tidak mudah. Perlu tempaan yang luar biasa agar bisa menjadi pemimpin seperti harapan rakyat,” katanya.