Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Brawijaya (Unibraw) di Malang, Jawa Timur, menyuarakan kemungkinan reformasi jilid dua. Mereka menilai kondisi negara saat ini tidak baik-baik saja.
"Hari ini saatnya bergerak, negara telah kehilangan muruah. Bukan tidak mungkin reformasi jilid II akan terjadi," kata Presiden Eksekutif Mahasiswa Universitas Brawijaya, Rafly Rayhan Al Khajri, saat diwawancara CNNIndonesia.com, Kamis (1/2).
Rafly mengatakan saat ini terjadi penyalahgunaan instrumen hukum oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
BEM Universitas Brawijaya menilai pengawasan dan penegakan hukum selama masa kampanye Pemilu 2024 telah kehilangan fungsinya.
Selain itu, kata Rafly, Jokowi telah mempermainkan hukum dengan mengklaim boleh memihak dan berkampanye. Menurut dia, Jokowi tak membaca UU Pemilu secara utuh.
"Jokowi dan para pembisiknya tidak tahu cara membaca undang-undang. Setiap hari penuh blunder dan klarifikasi," ujar dia.
Rafly melanjutkan pernah mendapatkan informasi bahwa Mahfud MD dilema untuk meninggalkan kursi kursi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan saat mendaftar jadi calon wakil presiden.
Menurutnya, Mahfud ingin mundur sejak awal demi menjaga etika politik. Namun, Mahfud khawatir membiarkan kabinet Jokowi tanpa kontrol.
"Mundurnya Mahfud MD sebagai Menko Polhukam adalah sinyal bahwa kekuasaan sudah tidak lagi dikontrol oleh hukum," tuturnya.
Rafly pun mengatakan BEM Unbraw berencana menggelar aksi demonstrasi. Mereka akan berkoordinasi dengan universitas lainnya.
Sebelumnya, sivitas akademika Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Islam Indonesia (UII) juga menyuarakan kritik kepada Presiden Jokowi.
UGM menilai Jokowi telah melakukan penyimpangan dalam proses penyelenggaraan negara. Lewat 'Petisi Bulaksumur', sivitas UGM menyampaikan keprihatinan mendalam atas tindakan menyimpang dari prinsip-prinsip moral demokrasi, kerakyatan, dan keadilan sosial oleh sejumlah penyelenggara negara di berbagai lini dan tingkat.
Sementara sivitas UII mendesak Jokowi kembali jadi teladan dalam etika dan praktik kenegarawanan. Jokowi diminta tidak memanfaatkan institusi kepresidenan untuk memenuhi kepentingan politik keluarga melalui keberpihakan pada salah satu pasangan calon presiden-wakil presiden di Pilpres 2024.