Sesuai dgn Kapasitas yg bukan lagi seorang Politisi (setelah hampir 4th mundur dari Parpol semenjak Supersemar-2000 / 11/03/20), maka tulisan ini memang sesuai dgn Kajian Disertasi Doktor saya soal OCB (Organizational Citizenship Behavior) yg telah mendapat predikat "sangat memuaskan" saat dipertahankan minggu lalu di UNJ (23/01/24).
Hari ini Prof Mahfud MD (Cawapres 03) secara terbuka didepan media telah resmi mengumumkan Rencana Pengunduran dirinya selaku Menteri Koordinator Politik Hukum & Keamanan, sikap ini disebutnya sebagai azas tidak "tinggal gelanggang colong playu" (Jw) yg secara singkat artinya adalah "melarikan diri dari tanggung jawab, atau tiba2 mundur tanpa pamit" sebagaimana beberapa orang yg secara tidak jelas (di) mundur (kan) -dicabut KTAnya misanya- karena tidak secara ksatria berani bertanggungjawab meski sudah jelas2 beda arah politiknya. Orang2 semacam ini dengan kata lain adalah Pengecut atau bahkan disebut "Malin Kundang" karena mengkhianati yg sudah membesarkannya.
Secara Etika Ketimuran dan Fatsun Organisasi, sikap Prof Mahfud MD ini sangat layak diapresiasi dan (selayaknya) diikuti juga oleh para Capres atau Cawapres lainnya yg sampai saat ini masih memegang jabatan publik, apalagi jika Jabatannya tsb dulu diusung oleh Partai yg saat ini sudah ditinggal (gelanggang) olehnya dgn cara mlayu (berlari, seperti orang yg habis "nyolong' / mencuri), ini filosofinya. Sikap orang2 yg tidak mundur ini memang memalukan, karena disamping tidak ksatria juga secata terang benderang menyalahgunakan posisinya utk tetap menggunakan fasilitas negara guna tujuan politiknya.
Namun bagaimana sebenarnya Organisasi (dalam hal ini Kabinet) yg ditinggalkan oleh Prof Mahfud MD ini kemudian bisa tidak goyang / terpengaruh akibat pengunduran dirinya? Apalagi santer terdengar kabar kalau beberapa Menteri lain juga akan mengikuti jejak beliau, meski hingga saat ini kabar tersebut masih simpang siur aliaa belum tegas dilakukan. Dengan kata lain mereka2 belum berani bersikap Ksatria sebagaimana sikap Prof Mahfud MD tsb, karena konon disebut2 suasana didalamnya sudah tidak kondusif lagi, karena spt misalnya ada Program Bantuan Sosial tetapi justru bukan diberikan oleh Menteri Sosialnya, atau urusan Pertanian tetapi diberikan oleh bukan Menteri Pertanian. Sangat karut marut memang sebenarnya situasi yg sekarang terjadi, ditambah urusan mikro dilakukan secara makro, demikian juga sebaliknya.
Sebagaimana saya tulis kemarin, OCB merupakan konsep yang menekankan pada perilaku ekstra-role individu di dalam organisasi, sebut saja dalam hal ini nanti pasca Prof Mahfud MD meninggalkan Kabinet. Sehingga OCB dapat memlengaruhi perilaku2 seperti membantu rekan sesama Menteri, memegang tugas yang tidak tercantum dalam deskripsi Tupoksi / Job-desk kementerian dan mempromosikan suasana kerja yang positif. Mengapa harus OCB karena perilaku ini tidak diwajibkan oleh deskripsi Tupoksinya atau aturan organisasi kementeriannya, tetapi bertujuan untuk mempromosikan suasana kerja yang positif dan membantu Kabinet mencapai tujuannya.Dalam hal ini Kabinet agar tidak Goyah pasca ditinggalkan oleh satu (atau bahkan banyak Menterinya).
OCB dapat memiliki dampak positif pada hasil kabinet, seperti kinerja, produktivitas, dan morale menteri2 yg lain. Kepemimpinan (dalam hal ini Presiden) dapat mengaplikasikan OCB melalui pemahaman, dukungan, dan pengembangan budaya kabinet. Pengukuran dan penilaian OCB dapat dilakukan dengan menggunakan Riset internal (dilakukan oleh KSP) yg mengukur perilaku seperti membantu rekan sesama Menteri, menunjukkan loyalitas, dan mempromosikan suasana kerja positif. Hasil dari pengukuran ini dapat digunakan utk mempromosikan perilaku positif dan memperkuat budaya Kabinet selanjutnya.
Dampak OCB pada Kabinet yg akan ditinggalkan oleh Menteri2 tsb antara lain bisa dilihat nantinya pada Kinerja Kabinet, Morale Menteri yg lain, Kepuasan Kerja, Lingkungan Kerja, Reputasi Kabinet. Sementara sbgmn saya definisikan kemarin, beberapa faktor yang mempengaruhi OCB di Kabinet ini adalah: Budaya Organisasi (dalam hal ini Kabinet), Gaya Kepemimpinan (Presiden), Kondisi Kerja (pasca Mundurnya Menteri2), Reward dan Sanksi (utk yg masih Setia atau malah yg Tidak Netral di Kabinet) dsb.
Hal menarik yg harus dicermati adalah Perbedaan budaya dalam OCB, karena Budaya memegang peran penting dalam OCB Menteri2. Perbedaan budaya dapat mempengaruhi tingkat OCB para Menteri dan cara mereka melakukannya.Beberapa perbedaan budaya dalam OCB antara lain : Idividualisme vs Kollektivisme, jelasnya Negara yg berorientasi individualistik cenderung memiliki tingkat OCB yg lebih rendah karena fokus pada tujuan pribadi dan karier, sementara Negara yg berorientasi kollektivistik cenderung memiliki tingkat OCB yg lebih tinggi karena fokus pada kepentingan grup dan budaya Kabinet.
Kemudian ada juga faktor Masculinity vs Femininity, dimana Negara yg bersifat maskulin cenderung memiliki tingkat OCB yg lebih rendah karena kurangnya perhatian pada kebutuhan dan perasaan orang lain, sementara negara yg bersifat feminin cenderung memiliki tingkat OCB yg lebih tinggi karena lebih memperhatikan perasaan dan kebutuhan orang lain..
Sementara Individual Power Distance menyebut bahwa Negara yg memiliki tingkat jarak kekuasaan individu yg tinggi cenderung memiliki tingkat OCB yg lebih rendah karena adanya kurangnya interaksi dan kerjasama antar individu, sementara negara dengan jarak kekuasaan individu yg rendah cenderung memiliki tingkat OCB yg lebih tinggi karena adanya interaksi dan kerjasama yang lebih baik antar individu. Selanjutnya ada Faktor Collectivism Power Distance dimana Negara dengan jarak kekuasaan grup yg tinggi cenderung memiliki tingkat OCB yg lebih rendah karena kurangnya partisipasi, sementara negara dengan jarak kekuasaan grup yg rendah cenderung memiliki tingkat OCB yg lebih tinggi karena adanya partisipasi dan keterlibatan yang lebih baik.
Kesimpulannya, jika dalam hari2 ini Prof Mahfud MD benar2 mewujudkan janjinya utk Mundur secata Ksatria, maka seharusnya Presiden bisa segera melakukan langkah2 terobosan OCB ini utk kelanggengan Kabinetnya, bukan malah sibuk sendiri berkeliling dan melakukan tugas2 mikro yg sebenarnya hal tsb dapat dikerjakan oleh Para Menterinya. Sebab jika tidak maka dikhawatirkan akan terjadi "Tsunami Politik' di Kabinet apalagi jika benar2 terjadi Banyak Menteri yg akan mengundurkan diri. Indonesia harus tetap tegak menyongsong 2045, jangan hanya gara2 Ambisi Pribadi atau Keluarga akan membuat Bencana …
Jakarta 31 Januari 2024, Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes - Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB