Wakil Presiden Indonesia ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla menilai Presiden Jokowi adalah pemerintah terburuk setelah reformasi.
Hal ini diungkap Jusuf Kalla ketika diwawancarai oleh Abraham Samad. Ia menilai Jokowi melanggar aturan, sumpah, dan etika.
Oleh sebab itu, Jusuf Kalla menilai Jokowi lebih buruk dibandingkan ketiga presiden yang menjabat usai reformasi.
“Ya, terburuk, dalam arti kata tidak sesuai dengan aturan, tidak sesuai dengan sumpah, tidak sesuai dengan etika,” kata Jusuf Kalla, sebagaimana dikutip dari kanal YouTube Abraham Samad SPEAK UP pada Minggu, 27 Januari 2024.
Jusuf Kalla lantas membandingkan Jokowi dengan tiga presiden yang menjabat setelah reformasi, yakni Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Megawati, dan Susilo Bambang Yudhono (SBY).
Ia menyoroti bahwa Gus Dur memang berakhir dimakzulkan. Namun, menurutnya, dorongan penggulingan ketika itu tidak sebesar yang dihadapi Jokowi saat ini.
“Karena kan sebelumnya setelah reformasi kan Gus Dur. Walaupun Gus Dur juga di-impeach justru kan, tapi bukan dalam artian menekan seperti ini, tidak massal,” ujarnya.
Jusuf Kalla juga menilai Megawati dan SBY lebih baik dibandingkan Jokowi. Pasalnya, Megawati tidak merusak demokrasi.
Demikian pula dengan SBY yang justru menyusun reformasi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
“Ibu Mega, seperti saya katakan tadi, cukup baik, tidak merusak demokrasi. SBY juga tidak. Malah dia termasuk menyusun reformasi dari sisi ABRI kan gitu, TNI,” katanya.
Mantan Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar) ini pun mengaku heran dengan perubahan Presiden Jokowi.
Sebagai orang yang pernah mendampingi Jokowi sebagai wapres, ia merasa sang Presiden ke-7 telah banyak berubah.
Ia berpendapat bahwa Jokowi dulunya adalah sosok yang sangat merakyat. Namun, kini ia tak lagi melihat sifat ini ada di Jokowi.
Jusuf Kalla menyinggung bahwa kekuasaan memang terkadang memabukkan sehingga bisa merubah sifat seseorang.
“Ya cuma inilah terakhir ini ya mengherankan. Karena saya tahu betul bahwa dia sangat low profile sebelumnya, sangat merakyat,” kata Jusuf Kalla.
“Ya memang kadang-kadang kekuasaan itu memabukkan. Ah itu intinya, memabukkan,” tambahnya.
Para pemimpin yang dimabuk kekuasaan pun akhirnya tidak mau melepaskan kekuasaan tersebut. Mereka juga tak mau diingatkan untuk kembali ke jalan semestinya.
Jusuf Kalla menilai hal ini juga pernah terjadi kepada pemimpin-pemimpin lain, contohnya Presiden Indonesia ke-2, Soeharto.
“Bukan lupa, tidak mau turun. Kalau lupa masih bisa diingatkan. Begitulah (karena keenakan). Banyak kasus seperti ini, Pak Harto juga mengalami itu kan,” katanya.
[VIDEO]