Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengomentari pernyataan calon wakil presiden nomor urut dua, Gibran Rakabuming terkait hilirisasi dan ketersedian nikel saat debat yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Minggu (21/12/2024) kemarin.
"Cawapres nomor dua ini, muka milenial, seumuran saya ya, tapi cara pikirnya kolonial," kata Bima dikutip dari akun Instragram Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Senin (22/1/2024).
Menurutnya, ketersedian nikel di Indonesia sudah sebanyak yang disampaikan Gibran. Bima mengungkapkan cadangannya hanya mampu bertahaan selama tujuh tahun.
"Indonesia negara kaya sumber daya alam, cadangan nikel kita berlimpah. Dia (Gibran) buta riset, cadangan nikel yang berlimpah itu tinggal tujuh tahun lagi, untuk saprolit yang digunakan untuk baterai kendaraan listrik," tegasnya.
Bima menyebut, Indonesia bukan lagi dalam keadaan sumber daya alam yang melimpah.
"Jadi, ini denial bahwa kita tidak sedang dalam negara kaya sumber daya alam. Justru yang ada sekarang ini bagaimana caranya tidak memakai nikel secara eksploitatif," ujarnya.
"Bangun dong industri daur ulang baterai, bangun industri untuk daur ulang utk mineral kritis. Jadi enggak nambang-nambang terus," imbuh Bima.
Dalam pernyataan saat debat, Gibran menyebut Indonesia sebagai negara besar dengan sumber daya alam yang kaya.
"Indonesia ini negara besar, kita harus bersyukur, Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat kaya," ujar Gibran.
Kekayaan yang disebut Gibran, seperti ketersedian nikel yang melimpah, serta tim terbesar kedua di dunia.
"Kita punya cadangan nikel terbesar di dunia, timah terbesar nomor dunia," kata Gibran,
"Oleh karena itu program hilirisasi harus dilanjutkan dan diperluas cakupannya. tidak hanya hilirisasi tambangnya saja, tapi juga hilirisasi pertanian, sektor maritim dan juga hilirisasi digital. Intinya kita tidak boleh lagi mengirim barang mentah," sambungnya.