Belakangan ini terus ramai diperbincangkan soal konflik pembebasan lahan di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau.
Bentrok antara warga terdampak pembangunan dengan aparat pemerintah menyebabkan trauma pada anak-anak di tempat itu.
Melihat hal tersebut, Pimpinan Pusat Muhammadiyah melalui Majelis Hukum dan HAM Muhammadiyah tidak tinggal diam.
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bidang Hukum, HAM dan Hikmah Busyro Muqoddas meminta Presiden Jokowi membatalkan atau mencabut Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City.
"Untuk Presiden agar mengevaluasi dan mencabut PSN yang memicu konflik dan memperparah kerusakan lingkungan," ujar Busyro dalam keterangan tertulisnya yang diterima fajar.co.id, Rabu (13/9/2023).
Bukan hanya kepada Jokowi, Busyro juga meminta hal yang sama kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomia Airlangga Hartarto.
Dibeberkan Busyro, Muhammadiyah berdiri bersama berbagai elemen gerakan masyarakat sipil di Indonesia yang sudah turut bersolidaritas menyatakan sikapnya.
"Kita (juga) meminta Menteri Koordinator Bidang Perkonomian Republik Indonesia untuk mengevaluasi dan mencabut proyek Rempang Eco-City sebagai PSN," lanjutnya.
Hal itu dikatakan Busyro termaktub dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2021.
Di situ, kata dia, tertulis tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional (PSN).
Selain itu, Muhammadiyah juga mendesak Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan Kepolisian Daerah Kepulauan Riau untuk segera membebaskan sejumlah warga yang sedang ditahan serta menarik seluruh aparat bersenjata dari lokasi konflik.
Muhammadiyah menyoroti penggunaan gas air mata dalam kekerasan yang terjadi pada 7 September 2023 di Pulau Rempang.
Tak tanggung-tanggung, Busyro menegaskan, Kapolda kepulauan Riau, Kapolres Barelang, dan Komandan Pangkalan TNI AL Batam yang terbukti melakukan kekerasan pada masyarakat sipil harus dicopot.
Tambah Busyro, Pemerintah harus segera menjamin dan memuliakan hak-hak masyarakat Pulau Rempang untuk hidup dan tinggal di tanah yang selama ini mereka tempati.
"Mesti mengedepankan perspektif HAM, mendayagunakan dialog dengan cara-cara damai yang mengutakaman kelestarian lingkungan dan keadilan antar generasi," ucapnya.
Begitupun dengan DPR RI, Muhammadiyah meminta untuk mengevalusi beragam peraturan perundangan yang tidak sesuai dengan mandat konstitusi karena akan menjadikan masyarakat sebagai korban dan melanggengkan krisis sosio-ekologis.
Jika sudah dievaluasi, Kementrian PPN/Bappenas diminta untuk menyusun rencana Pembangunan Jangka Panjang dan jangka menengah yang penuh dengan partisipasi bermakna, melibatkan pihak-pihak yang akan terdampak serta memastikan prinsip keadilan antar generasi.
Seperti diketahui, beberapa anak-anak menjadi korban gas air mata saat kericuahan pemblokadean jalan menuju ke Pulau Rempang, Kamis (7/9/2023) kemarin.
Kericuhan tersebut terjadi saat Personil gabungan polisi, TNI dan BP Batam turun ke wilayah tersebut dan dihadang masyarakat.
BP Batam kabarnya akan melakukan pematokan dan pengukuran tanah di Pulau Rempang untuk membangun investasi skala besar dan merelokasi warga.
Namun, suasana menjadi ricuh, dan aparat melepaskan gas air mata.
Dilihat pada video yang beredar, sejumlah siswa diselamatkan dan dibawa ke rumah Sakit karena terkena gas air mata dalam peristiwa tersebut.
Dari informasi yang dihimpun, sedikitnya ada dua sekolah yang terdampak dari gas air mata, SD negeri 24 dan SMP negeri 22.
Gas air mata tersebut terbawa angin hingga menuju ke sekolah.
Akibatnya, beberapa siswa terpaksa dilarikan ke rumah sakit karena mengalami sesak napas. (Muhsin/fajar)