Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Duh! SMRC Ungkap 9 Tahun Jokowi Ternyata Demokrasi Mundur, Memburuk Dibanding Jaman SBY!




 Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) mengungkap bahwa demokrasi di Indonesia mengalami kemunduran selama 9 tahun.

Hal tersebut diungkap lantaran demokrasi Indonesia genap berusia 25 tahun atau seperempat abad pada tahun 2023 ini.

“Demokrasi kita Mundur. Mei 1998 ke Mei 2023, demokrasi kita sudah berumur 25 tahun, seperempat abad. Bagaimana rapor demokrasi kita?” kata SMRC, dikutip dari akun Twitter miliknya pada Kamis (11/5/2023).

Bahkan, selama 9 tahun ke belakang tepatnya di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), rapor demokrasi Indonesia ternyata memburuk.

Rapor demokrasi di masa pemerintahan Presiden Jokowi bahkan lebih buruk daripada rapor demokrasi di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sekalipun.

Setidaknya hasil tersebut yang ditemukan oleh Freedom House, sebuah organisasi nirlaba yang berpusat di Washington DC dengan kantor cabang di berbagai negara.

“Selama 9 tahun pemerintahan Presiden Jokowi, rapor demokrasi kita ternyata memburuk.Memburuk bahkan dibanding demokrasi di jaman SBY. Paling tidak di mata Freedom House,” kata SMRC.

Dalam unggahannya, SMRC menunjukkan bahwa skor demokrasi di Indonesia mengalami kemunduran dari 65 pada tahun 2013 menjadi 59 pada tahun 2022 lalu. 

KontraS: Demokrasi Jalan Mundur di Era Jokowi!

Indonesia mengalami kemunduran demokrasi di bawah kepemimpinan Presiden Joko “Jokowi” Widodo, dengan maraknya pembatasan kebebasan sipil dan pengawasan yang dilakukan pihak kepolisian, kata kelompok hak asasi manusia KontraS.

Dalam laporan setebal 45 halaman, KontraS memaparkan bagaimana iklim kebebasan semakin memburuk dalam tiga tahun periode kedua Jokowi, dengan adanya kasus penangkapan sewenang-wenang dan serangan terhadap pembangkang pemerintah.

“Hal itu menyebabkan masyarakat merasa takut. Masyarakat juga memiliki ruang yang sangat minim untuk dapat menyuarakan secara bebas kritiknya terhadap pemerintahan,” kata Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti dalam keterangan pers di Jakarta.

Pada 2020 lalu misalnya, sebanyak 5.198 mahasiswa ditangkap tanpa alasan yang jelas dan 87 orang diantaranya harus mendekam di penjara, kata KontraS dalam laporan berjudul Catatan 3 Tahun Pemerintahan Joko Widodo – Ma’ruf Amin Tiga Tahun Bekerja, Kemunduran Demokrasi Kian Nyata.

Terbaru, pada September lalu, awak dan kru media Narasi mendapatkan serangan digital berupa upaya pengambilalihan akun WhatsApp, Facebook, Telegram dan Instagram.

“Ancaman dan serangan juga menyasar pada mereka yang aktif menyatakan pendapat di ruang digital,” kata Fatia.

“Dengan UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) yang tak kunjung direvisi oleh pemerintah masyarakat kian enggan karena takut dikriminalisasi.”

Adapun bentuk pelanggaran terhadap kebebasan digital sekaligus hak atas privasi terus dilakukan dalam berbagai cara seperti doxing (penyebaran informasi pribadi), peretasan dan berbagai serangan digital lainnya.

Dalam merumuskan laporan ini, KontraS mengambil data dengan beberapa metode seperti pemantauan media selama tahun ketiga pemerintahan Jokowi – Ma’ruf Amin, pendampingan hukum, data jaringan, serta catatan advokasi kebijakan yang dilakukan oleh KontraS.

Pemerintahan Jokowi juga dinilai KontraS tak membuahkan hasil dalam hal penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Terdakwa pensiunan Mayor Inf. Isak Settu menjadi tersangka satu-satunya dengan tuduhan pelanggaran HAM dalam kasus penembakan empat pemuda dan melukai 17 orang lainnya pada 2014 di Kabupaten Paniai, Papua.

Komnas HAM yang turut menginvestigasi peristiwa itu menyatakan kasus tersebut sebagai pelanggaran hak asasi manusia berat.

“Penyelesaian pelanggaran HAM berat di kepemimpinan Jokowi-Maruf banyak keluar jalur. Penyelesaian kasus Paniai tidak terlalu baik karena hanya ditetapkan satu tersangka saja,” kata Kepala Divisi Pemantauan Impunitas KontraS, Tioria Pretty Stephanie.

Isak menjalani sidang perdana bulan lalu di pengadilan negeri Makassar, Sulawesi Selatan. Ia dijerat pasal berlapis menurut UU pengadilan HAM dengan ancaman 20 tahun penjara.

Dalam kampanye pemilihan presiden 2019, Jokowi berjanji akan menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

Namun Jokowi juga memberikan jabatan kepada orang-orang yang dituduh terlibat dalam pelanggaran HAM masa lalu, termasuk mantan panglima TNI Wiranto dan mantan komandan Kopassus Prabowo Subianto.

“Ini tentu akan menyulitkan agenda penuntasan kasus pelanggaran HAM dan tata kelola yang berbasis HAM,” kata Tioria.

KontraS juga mencatat reformasi kepolisian merupakan agenda yang tak kunjung dilakukan oleh pemerintah.

Hal ini mengakibatkan banyak kasus besar yang terjadi dilatarbelakangi oleh anggota polisi dan militer.

“Ada upaya untuk mengaburkan informasi dengan memberitakan hal yang hanya dipegang kebenarannya hanya kepolisian yang tahu. Hal ini dilihat dari upaya kepolisian yang menutupi sejumlah fakta dan peristiwa dengan melakukan penghapusan barang bukti,” ujar perwakilan KontraS itu.

“Ini sangat berbahaya karena kejahatan tersebut akan terus berulang dan reformasi Polri tidak akan pernah berjalan,” lanjutnya.

Laporan the Economist Intelligence Unit menunjukkan skor indeks demokrasi di Indonesia cenderung menurun di era pemerintahan Jokowi.

Bahkan skor indeks demokrasi Indonesia sempat mencapai yang terendah dalam satu dekade terakhir yaitu di angka 6,3 pada 2020.

Indeks demokrasi Indonesia sempat mencapai yang tertinggi di tahun 2015 di angka 7,03 namun turun pada 2016 (6,97), dan turun lagi menjadi 6,3 di tahun 2017 dan 2018.

Presiden PKS: Demokrasi Era Jokowi Mundur, Putar Haluan ke Otoritarianisme!

Presiden PKS Ahmad Syaikhu menyampaikan pidato kebangsaan dalam acara peringatan 50 tahun Centre for Strategic and International Studies Indonesia atau CSIS Indonesia.

Syaikhu mengutip penilaian ilmuwan politik yang menilai model demokrasi Indonesia saat ini berputar haluan ke arah otoritarianisme.

Syaikhu awalnya memaparkan visi kerakyatan dalam membangun Indonesia sebagaimana dikonsepkan para pendiri bangsa.

Namun, menurutnya, demokrasi Indonesia justru mengalami kemunduran meski sudah 23 tahun pasca-reformasi.

"Hari-hari ini kita menyaksikan bahwa demokrasi kita mengalami kemunduran dan keluar dari fitrahnya. Setelah lebih dari dua dekade pasca-reformasi, Indonesia belum mampu melakukan konsolidasi demokrasi. 23 tahun reformasi sudah berjalan, sudah 5 kali pemilu dan 4 kali pemilihan presiden secara langsung, tanda-tanda konsolidasi demokrasi belum berjalan sesuai dengan harapan. Indonesia masih terjebak kepada demokrasi prosedural, tetapi belum naik kelas menjadi demokrasi substansial," kata Syaikhu dalam pidatonya yang disiarkan di kanal YouTube CSIS Indonesia.

Syaikhu menilai demokrasi Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) justru lebih buruk dibandingkan kepemimpinan sebelumnya.

Setelah itu, baru Syaikhu mengutip penilaian ilmuwan politik yang menyebut demokrasi Indonesia saat ini berputar haluan ke arah otoritarianisme.

"Bahkan, di periode pemerintahan Presiden Joko Widodo, arah demokrasi mengalami kemunduran. Demokrasi menjadi lebih buruk dibandingkan periode kepemimpinan sebelumnya. Para ilmuwan politik menilai bahwa pemerintahan hari ini melakukan putar haluan dari model demokrasi prosedural ke arah otoritarianisme," sebut Syaikhu.

"Beberapa tahun terakhir kita menyaksikan demokrasi di Indonesia perlahan-lahan memutar haluannya ke arah otoritarianisme. Ini diungkap The Economist Intelligence Unit, yang melaporkan indeks demokrasi yang terus merosot selama 14 tahun terakhir. Terakhir kalau nggak salah itu 6,3. Belum lagi saat pemilu dan pilkada, banyak sekali politik uang yang sedemikian marak," imbuhnya.

Lebih lanjut Ahmad Syaikhu juga melihat penyalahgunaan kekuasaan serta praktik korupsi di Indonesia semakin memburuk.

Perumusan kebijakan di tengah pandemi COVID-19 dilakukan dengan menunjukkan sikap represif dengan tidak mendengarkan aspirasi masyarakat luas.

"Dalam menangani pandemi, pemerintah justru lebih fokus memilih ekonomi. Inilah yang kita melihat dengan perkembangan saat pemerintah menerbitkan Perppu Nomor 1 Tahun 2020, pemerintah menerbitkan, waktu itu RUU, sekarang sudah menjadi UU Cipta Kerja atas nama kehendak rakyat, demokrasi, dan keadilan. Saat itu PKS menolak kedua UU tersebut," papar Syaikhu.

Anggota DPR RI itu juga berpendapat permasalahan demokrasi di Indonesia bukan hanya substansial. Dalam sisi prosedural, demokrasi di Indonesia adalah demokrasi berbiaya mahal dan mengalami pembajakan oligarki.

"Nah, Indonesia masuk dalam jebakan, sehingga kemudian mengendalikan perpolitikan di negeri ini. Oleh karena itu, sekali lagi hegemoni oligarki yang menguasai kapital ini menyebabkan politik Indonesia pada akhirnya tersandera, sehingga kualitas kebijakan publik tidak lagi berorientasi kepada kepentingan publik, tetapi kepentingan pemilik modal," sebutnya.

Sumber Berita / Artikel Asli : NW Wartaekonomi

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Onlineindo.TV | All Right Reserved