Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

UU Pemilu Buka Peluang Parpol atau Gabungan Parpol Dapat 'Bubarkan' Parpol Lain?


 Tulisan ini bisa dikatakan lanjutan dari tulisan penulis sebelumnya dengan judul: "Prabowo Bantu Partai Demokrat Tidak Terelimimasi Sebagai Peserta Pemilu 2024?"

Sebuah pertanyaan muncul dalam benak penulis saat finalisasi tulisan tersebut.

Apakah memungkinkan sebuah parpol dapat 'dibubarkan' oleh Parpol lain?

Bahkan tanpa adanya pelanggaran yang dilakukan dan tanpa melalui Mahkamah Konstitusi melalui kolaborasi parpol lain?

Apakah parpol atau gabungan parpol lain dapat melakukan langkah-langkah politik yang memiliki implikasi 'bubarnya' parpol rival tanpa melanggar dan tanpa harus bersusah-susah melakukan membuktikan pelanggaran yang dilakukan parpol rival tersebut?

Tanpa harus bercapek-capek melakukan upaya pembuktian di depan peradilan Mahkamah Konstitusi.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut muncul terkait dengan adanya norma hukum dalam Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang mengatur tentang sanksi hukum tidak boleh ikut pemilu bagi parpol tanpa kekuatan dan atau tanpa teman.

Penulis menggunakan kata 'bubar' (dalam tanda kutip satu) karena memang proses pembubarannya bukan melalui proses-proses pembubaran sebuah partai politik sebagaimana diatur Konstitusi dan UU Partai Politik.

Namun, lebih karena implikasi hukum dari sebuah situasi politik kontestasi yang menjadikannya parpol musuh bersama parpol lain. 

Selama ini dipahami bahwa mekanisme pembubaran partai politik diawali dengan permohonan pembubaran partai politik oleh pemerintah (Presiden) kepada Mahkamah Konstitusi dengan dalil ideologi, asas, tujuan, program, dan kegiatan parpol yang bersangkutan, dianggap bertentangan dengan UUD 1945 (Pasal 68 UU Mahkamah Konstitusi).

Namun demikian, jika dicermati lebih mendalam Pasal 235 Ayat (5) UU Pemilu, walaupun bukan berarti membubarkan salah satu partai politik namun dapat berakibat 'bubarnya' (tanda kutip satu) partai politik.

Pasal 235 Ayat (5) UU Pemilu yang berbunyi:

"Dalam hal Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang memenuhi syarat mengajukan Pasangan Calon [Pasangan Calon Presiden/Wakil Presiden] tidak mengajukan bakal Pasangan Calon, partai politik bersangkutan dikenai sanksi tidak mengikuti pemilu berikutnya"

Penulis mendapat penjelasan melalui komunikasi WhatsApp dari Mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman dan Ilham Saputra, dan dari Mantan Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Abhan, yang pada pokoknya menyatakan bahwa partai politik yang mendapatkan kursi pada pemilu sebelumnya (misal pada pemilu 2019) wajib mengusung Pasangan Bakal Calon Presiden (Bacapres) dan Bakal Calon Wakil Wakil Presiden (Bacawapres) pada pemilu berjalan (Pemilu 2024).

Partai politik tersebut dalam mengusung pasangan bacapres/bacawapres baik sendiri-sendiri kalau memenuhi ambang batas pencalonan presiden ataupun bersama-sama dengan partai politik parlemen lainnya.

Tidak dibenarkan dan tidak dapat diterima dengan alasan apa pun parpol politik parlemen tidak mengusung atau atau bergabung mengusung dengan parpol lain Pasangan Bacapres/Bacawapres.

Penulis menyampaikan pertanyaan yang sama kepada ketiga beliau, yaitu:

Pertanyaan pertama: "Bisa dibantu menjelaskan maksud Pasal 235 Ayat (5) UU Pemilu?"

Pertanyaan kedua: "Misal begini, partai A sudah punya kursi di parlemen hasil pemilu 2019 tapi kurang dari 20%, terus Partai A tidak ikut mengusung pasangan Capres/Cawapres 2024 karena kursinya kurang batas ambang pencalonan Presiden, dan partai A tidak bergabung juga dengan partai lain agar memenuhi Presidential Threeshold, apakah dengan demikian partai A tidak bisa ikut pada pemilu 2029?"

Jawaban Arief Budiman (sudah izin penulis kutip):

Atas pertanyaan pertama: "Setiap partai/gabungan partai yang memenuhi syarat harus ajukan calon...kalo tidak pemilu 2029 gak boleh ikut...untuk menghindari tidak ada calon/kekurangan calon"

Atas pertanyaan kedua: "ya tidak bisa ikut, pilihannya partai harus mengajukan sendiri (jika cukup) atau bergabung dengan parpol lain supaya cukup"

Jawaban Ilham Saputra (sudah izin dikutip):

Atas pertanyaan pertama: "Harus ada calon"

Atas pertanyaan kedua: "Ya"

Jawaban Abhan atas kedua pertanyaan (sudah izin kutip):

"Intinya partai harus gabung usung pencalonan presiden kalau tidak sanksi spt ketentuan psl tsb"

Wajibkah Parpol Menerima Parpol Lain Bergabung?

Pertanyaan berikut yang muncul dalam benak penulis adalah adakah kewajiban hukum bagi satu parpol atau gabungan parpol parlemen untuk menerima keinginan parpol parlemen lainnya untuk bergabung mengusung Pasangan Bacapres/Bacawapres?

Sepanjang penelusuran penulis pasal demi pasal dalam UU Pemilu dan UU Parpol, tidak ada satu pasal pun yang mengatur kewajiban parpol untuk menerima keinginan parpol pain untuk bergabung mengusung Pasangan Bacapres/Bacawapres. Mohon koreksi kalau penulis salah.

Dan tidak ada juga sanksi bagi parpol yang menolak keinginan parpol lain bergabung, entah itu sanksi administrasi maupun sanksi dalam bentuk lainnya.

Sehingga menjadi sangat mungkin terjadi di masa depan apa yang terjadi pada detik-detik menjelang pendaftaran Pasangan Bacapres/Bacawapres pada Pemilu 2019 terjadi di mana ada 2 (dua) koalisi yang sudah memenuhi ambang batas pencalonan Pasangan Bacapres/Bacawapres (KIK dan KIM) dan ada satu parpol parlemen yang tidak ikut salah satu koalisi pada saat deklarasi Bacapres/Bacawapres, yaitu Partai Demokrat.

Seandainya Koalisi Indonesia Kerja (KIK) yang mengusung Joko Widodo-Ma'ruf Amin sebagai Bacapres dan Bacawapres dan Koalisi Indonesia Makmur (KIM) yang mengusung Prabowo-Sandi, tidak menerima keinginan Partai Demokrat menjadi salah satu pengusung setelah kedua koalisi mendeklarasikan Pasangan Bacapres/Bacawapres, bukankah itu berakibat tercoretnya Partai Demokrat sebagai Peserta Pemilu pada pemilu berikutnya (Pemilu 2024)?

Pertanyaan liar berikut yang muncul dalam benak penulis adalah bagaimana kalau norma hukum ini digunakan oleh kekuatan lintas parpol secara sadar dan sistematis untuk menyingkirkan parpol musuh bersama dari kepesertaan pemilu pada Pemilu berikutnya (misal pemilu 2029) dengan cara secara bersama-sama menolak masuknya parpol musuh bersama tersebut masuk ke dalam koalisi untuk pengusungan bacapres/bacawapres pada Pilpres 2024?

Wah, kalau ini yang terjadi, bisa gawat situasi demokrasi Indonesia. Sebuah partai dapat 'dibubarkan' koalisi besar parpol lain agar tidak menjadi peserta pemilu pada pemilu berikutnya melalui penolakan bergabung dalam koalisi pengusungan Bacapres/Bacawapres pada Pilpres saat ini (2024)

Hal ini harusnya masuk sebagai Daftar Inventaris Masalah (DIM) utama dalam revisi UU Pemilu ke depan.

Kenapa? Karena Konstitusi sudah mengamanatkan hanya Mahkamah Konstitusi yang memiliki kewenangan membubarkan Partai Politik atas permohonan Pemerintah. Bukan karena proses-proses politik sebagaimana berpotensi terjadi dengan keberlakuan norma Pasal 235 Ayat (5) UU Pemilu sebagaimana penulis jelaskan di atas.

Semoga demokrasi Indonesia makin maju di masa depan, aamiin.


Sumber Berita / Artikel Asli : Kumparan

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Onlineindo.TV | All Right Reserved