Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Fakta dan Kronologi Guru Asal Cirebon Dipecat Buntut Kritik Ridwan Kamil di Instagram


 Muhammad Sabil Fadhilah (34), seorang guru asal Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, merasa terpukul setelah dipecat dan terancam kehilangan statusnya sebagai guru. Hal ini terjadi setelah ia mengomentari unggahan di akun Instagram Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, dengan menggunakan kata “maneh”, yang dalam bahasa Sunda berarti “kamu”. Kata ini di beberapa daerah di Jawa Barat memiliki berbagai makna, mulai dari bahasa pergaulan hingga konotasi kasar.

“Saya memang sudah dipecat, tapi di sini (surat) bertuliskan pengakhiran hubungan kerja, ini dikarenakan komentar saya di IG Gubernur Ridwan Kamil,” kata Muhammad Sabil Fadhilah di Cirebon mengutip Antara, Rabu (16/3/2023).

Kejadian ini bermula ketika Ridwan Kamil, atau Emil, mengunggah video berkomunikasi dengan siswa SMPN 3 Kota Tasikmalaya melalui daring. Sabil kemudian menuliskan komentar dengan mencatat Emil menggunakan jas kuning yang dianggapnya melambangkan partai politik. Emil pun membalas komentar tersebut, yang kemudian memicu serangan warganet ke akun Sabil.

Akibatnya, Sabil dipecat dari SMK Telkom Cirebon, salah satu tempat di mana ia mengajar. Sabil mengakui bahwa ia kurang sopan dengan menggunakan kata “maneh”, namun ia melakukannya dengan pertimbangan bahwa Ridwan Kamil dikenal akrab dengan pengikutnya di media sosial.

“Saya akui, kurang sopan dengan kata maneh. Saya menggunakan kata itu dengan pertimbangan Kang RK itu kan cepat akrab dengan follower (pengikut di media sosial), jadi saya berpikir positif saja,” ujar Sabil yang mengaku pernah dua kali bertemu dan berbincang dengan Emil. 

Alih-alih mendapatkan jawaban atas pertanyaannya di IG Emil yang pengikutnya 20 juta akun, Sabil malah merasa “diteror” oleh warganet. Tidak ingin memperpanjang polemik, pemilik pengikut lebih dari 1.600 akun di IG ini pun menghapus komentarnya.

Kepala Kantor Cabang Dinas Pendidikan Wilayah X Jabar, Ambar Triwidodo, mengonfirmasi pemecatan Sabil namun menegaskan bahwa keputusan tersebut bukan karena instruksi gubernur.

Menurut Ambar, yayasan telah memberikan dua surat peringatan kepada Sabil, namun ia tidak ingin mengintervensi kewenangan sekolah. Ia hanya meminta sekolah menegur Sabil yang dinilai kurang beretika di media sosial.

Boleh mengkritik

Setelah pemecatan Sabil mencuat di media, banyak pihak mengecam keputusan tersebut, menganggapnya sebagai bentuk pengekangan kebebasan berpendapat. 

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil saat melintasi Jalan Perdana di Medan, Sumatera Utara (Sumut), Rabu (1/2/2023). (Foto: Antara)
Menyikapi hal itu, Emil mengatakan, siapa pun boleh mengkritik gubernur. Ia pun kerap merespons ribuan kritik dengan santai hingga menggunakan penjelasan ilmiah.

Menurut dia, seorang guru harusnya memberikan contoh yang baik dengan berkomentar sopan di medsos. Meskipun sekolah dan yayasan memiliki kewenangan menindak, ia meminta agar Sabil cukup dinasehati dan diingatkan, tidak sampai diberhentikan. 

“Pada dasarnya, kritik mah boleh-boleh saja. Saya kan selalu menjawab, kalau mengkritik boleh, kalau tidak sopan ya harus sopan,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Lembaga Bahasa Cirebon, Akbarudin Sucipto, menilai bahwa kesopanan berbahasa tidak hanya dapat diukur dari diksinya. Ia menambahkan bahwa dalam konteks Cirebon, kata “maneh” dianggap biasa saja dalam komunikasi. Rosidin, seorang aktivis dari Fahmina Institute, berpendapat bahwa jika Sabil dianggap melanggar etika, seharusnya ia ditindak secara etik, bukan langsung dipecat.

Ia khawatir tindakan ini dapat merusak kebebasan berpendapat dan menjadi bahaya bagi demokrasi.

“Jadi, kesopanan berbahasa itu tidak bisa diukur hanya melihat diksinya. Jangan lihat mulut siapa yang mengatakan, tetapi lihatlah apa yang keluar dari mulut itu,” katanya. Apalagi, Sunda punya nilai silih asah, silih asih, silih asuh (saling belajar, saling menyayangi, saling mengasuh).

Salah prosedur

Di sisi lain Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim, menilai tindakan pemecatan dan penghapusan nama guru dari Data Pokok Pendidikan (Dapodik) Kemdikbudristek sangat merugikan dan berdampak jangka panjang terhadap nasib guru tersebut.

“P2G mengecam pihak yayasan yang langsung memecat Pak Sabil, tanpa proses sidang kode etik guru terlebih dahulu. Patut diduga kuat adanya intervensi dari Dinas Pendidikan atau Kantor Cabang Dinas dalam proses pemecatan ini,” ujar Satriwan Salim kepada inilah,com, Rabu (15/3/2023).

Yayasan atau sekolah apalagi Dinas Pendidikan tidak boleh begitu saja langsung memecat tanpa ada proses etik dalam sidang Dewan Kehormatan Guru berdasarkan pasal 44 ayat 3 UU Guru dan Dosen, yang menyebutkan: “Dewan Kehormatan Guru dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan kode etik guru dan memberikan rekomendasi pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik oleh guru.”

Kasus Sabil ini menjadi pelajaran penting bagi masyarakat luas tentang pentingnya menjaga etika dalam berkomunikasi, terutama di media sosial. Selain itu, kasus ini juga menjadi contoh bagi pemerintah dan institusi pendidikan untuk menghargai kebebasan berpendapat dan menangani permasalahan dengan bijaksana, demi menjaga hak dan kesejahteraan guru serta memastikan kualitas pendidikan yang baik bagi generasi penerus.


Sumber Berita / Artikel Asli : inilah

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Onlineindo.TV | All Right Reserved