Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Ada Permainan di Balik Putusan Tunda Pemilu PN Jakpus, Siapa Dalangnya?




 Polemik putusan tunda pemilu yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) masih bergulir. Masyarakat dibuat terheran-heran, karena lembaga peradilan setingkat PN berani menangani persoalan pemilu dan membuat keputusan yang kontroversional. Siapa dalang di balik semua ini?

Menko Polhukam Mahfud Md menilai putusan tunda pemilu PN Jakpus tersebut lebih dari persoalan tercorengnya independensi hakim. Ia menegaskan persoalan ini sudah termasuk kesalahan wewenang peradilan yang serius dan kategorinya terbilang pelanggaran berat.

Ia menjelaskan, menurut Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2019, lembaga peradilan setingkat PN tidak bisa masuk ke ranah administrasi seperti pemilu, apalagi sampai berani memutuskan.

“Ini bukan soal independensi hakim, kalau hakim itu nggak bisa diganggu gugat. Tapi kalau di kedokteran itu, independensinya misalnya pada kode etik diatur, tapi kalau ilmunya salah ada dewan sendiri, dokter, kalau ini dewan kode etik, ini dewan disiplin yang tersangkut ilmu. Lah ini kan ilmunya salah ini, ya jelas kalau pemilu itu pengadilannya di sana kok dia mutus, kan sudah ada dari MA. Kalau ada urusan administrasi masuk ditolak, kalau peraturan MA keluar, tidak ada kasus yang sedang diperiksa nanti diputus tapi putusannya bukan wewenang pengadilan umum. Sudah ada Peraturan MA No 2 tahun 2019,” ujarnya dalam kanal Youtube Kemenko Polhukam, Minggu (5/3/2023). 

Mahfud meyakini ada permainan belakang di balik putusan PN Jakpus yang meminta agar pemilu ditunda, sebab putusan itu disebutnya sudah salah kamar. Ia menegaskan dirinya bersama pemerintah akan mengawal permasalahan ini, sekaligus memastikan Pemilu 2024 tetap berjalan sesuai jadwal yang sudah ditentukan.

“Pemilu ini akan jalan, kita akan lawan habis-habisan putusan itu. Karena putusan itu salah kamar. Ibarat mau kawin, memperkuat akte perkawinan di pengadilan, itu kan harusnya ke pengadilan agama tapi masuknya ke pengadilan militer kan nggak cocok. Sama ini, ini urusan hukum administrasi kok masuk hukum perdata, ada main mungkin di belakangnya, iya lah pasti ada main, pasti,” tandasnya.

Senada dengan Mahfud, peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial Center for Strategic and International Studies (CSIS) Noory Okhtariza meyakini ada kelompok terorganisir dan sistematis yang menggunakan pengadilan untuk membawa isu penundaan Pemilu 2024.

Ia menjelaskan, untuk mengetahui siapa saja yang terlibat dalam kelompok ini sangat mudah asalkan masyarakat jeli. Pasalnya jejak-jejak digitalnya sudah banyak tersebar di jejaring media sosial.

“Saya melihat ini digerakkan oleh kelompok yang relatif terorganisir, sistematis, dan semakin ke sini harus dianggap serius. Siapa mereka? Mungkin tidak perlu dibuka di sini, tetapi sebetulnya relatif gampang untuk dilacak jejak sosial medianya,” kata Noory saat memberikan pemaparan dalam media briefing CSIS menanggapi putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait penundaan Pemilu 2024, Jumat (3/3/2023). 

Lebih lanjut dikatakan, sejatinya selama ini sudah banyak yang dilakukan kelompok ini untuk menunda pemilu, hanya saja belum berhasil. Namun ia tak begitu memprediksi dan menyangka kelompok ini begitu berambisi hingga menggunakan kamar pengadilan, yang melahirkan putusan tunda pemilu PN Jakpus.

Menurutnya, kelompok ini telah mencanangkan berbagai aksi, antara lain memobilisasi, mengorkestrasi, memainkan isu-isu lain yang bukan hanya seputar pemilu. “Banyak hal yang sudah dilakukan, tetapi hari ini kelompok ini masuk lewat pintu pengadilan,” kata dia.

“Saya beri contoh, misalnya, ada yang menginginkan perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode, ada yang minta amendemen konstitusi, ada yang minta dulu mengembalikan GBHN, ada yang kemarin menyebabkan macet di mana-mana, mobilisasi dengan tujuan menambah masa jabatan kepala desa. Ribuan kepala desa datang ke jakarta, dimobilisasi,” tambah dia.

Ia menegaskan, semakin mendekati tahun politik, kelompok ini akan semakin gencar memunculkan sejumlah isu sebagai komoditas. Yang nantinya, sambung dia akan menjadi dinamika yang berujung jadi nilai tawar oleh pihak yang memainkan isu ini. “Untuk apa? Untuk political bargain. Dan itu sepertinya terjadi. Sekali disetop munculin isu baru, sekali disetop munculin isu baru,” tuturnya. 

Diketahui, dalam persidangan di PN Jakarta Pusat, majelis hakim mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 dan melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama kurang lebih 2 tahun 4 bulan 7 hari.

“Menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari,” demikian bunyi putusan Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim yang diketuai oleh Hakim Oyong memerintahkan KPU untuk tidak melanjutkan sisa tahapan Pemilu 2024 guna memulihkan dan menciptakan keadaan adil serta melindungi agar sedini mungkin tidak terjadi lagi kejadian-kejadian lain akibat kesalahan, ketidakcermatan, ketidaktelitian, ketidakprofesionalan, dan ketidakadilan KPU sebagai pihak tergugat.


Sumber Berita / Artikel Asli : inilah

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Onlineindo.TV | All Right Reserved