Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menanggapi kabar yang beredar terkait sistem pemilu proporsional tertutup dan terbuka.
"Jika tertutup, calon tidak ikut turun. Misalnya calon yang menempati nomor urut 1 atau 2, bisa saja tidak turun (kampanye). Karena sudah pasti terpilih. Jadi biasanya tidak ada kegiatannya si calon itu," kata JK di Kampus Universitas Paramadina, Jakarta Selatan, Selasa (10/1/2023).
Hal yang paling disorot oleh JK adalah biaya kampanye yang terkadang terlalu besar.
Tetapi, apabila calon legislatif (caleg) sudah dikenal dan mengabdi pada masyarakat sebelumnya, itu akan memudahkan para caleg untuk melenggang ke senayan dengan biaya yang relatif kecil.
"Apalagi di sistem dapil kan. Jika orang itu mengabdi di dapilnya jauh-jauh hari sebelumnya, dia tidak perlu uang banyak," ujar JK.
Menurut JK karena ada persaingan internal, maka ia menyebut dengan istilah "jeruk makan jeruk".
"Uang juga kadang disebabkan oleh persaingan internal. Makanya, saya istilahkan jeruk makan jeruk," kata dia.
JK juga pernah angkat bicara soal polemik sistem pemilu dengan mekanisme proporsional tertutup. Dan dia menilai sistem pemilu terbuka sudah benar walaupun ada sisi negatif.
"Jadi (sistem proporsional terbuka) sudah benar itu terbuka, tapi memang harus dihindari soal negatifnya," ujar JK di daerah Mampang Prapatan, Jakarta, Senin (9/1/2023).
"Tapi, kemudian timbul negatifnya yang terbuka itu, 'jeruk makan jeruk'," kata Ketua PMI itu.
JK merupakan sistem pemilu dilakukan dengan proporsional terbuka.
"Dulu kan tertutup ya. Pertama kali yang mengusulkan terbuka saya supaya orang mengetahui orang yang dia pilih," kata JK. (Pram/Fajar)