Tak ada angin, tak ada hujan, tiba tiba Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (Emil) mengkritik keberadaan light rail transit (LRT) Palembang.
Moda transportasi kebanggaan wong kito itu dinilai Emil sebagai proyek yang diputuskan tanpa perencanaan matang hingga sepi penumpang.
“Ada juga konsep saya kasih tahu kegagalan decision Rp 9 triliun membuat namanya LRT Palembang. Decision based-nya, political decision not planning decision. Ini karena mau ada Asian Games, harus ada koneksi dari Palembang ke Jakabaring,” ungkap Emil dalam diskusi Synergy Ngopi dengan Jababeka di President University, Cikarang, Jawa Barat, Jumat (21/10/2022)
Pernyataan Emil ini menjawab pertanyaan peserta diskusi yang mengusulkan pembangunan MRT di wilayah Bekasi-Karawang.
Emil tak setuju. Alasannya, selain sangat mahal, pembangunan MRT harus memenuhi beberapa aspek seperti potensi pengguna dan kesiapan konetivitas transportasi di kawasan yang akan dibangun MRT.
“Tidak ada anggaran pemerintah daerah yang sanggup kecuali DKI mungkin,” ucap Emil.
Belakangan Emil menyampaikan permintaan maaf kepada warga Palembang akibat pernyataan itu.
“Permohonan Maaf kepada warga Palembang jika poin diskusi Studi Pembangunan di Jababeka terkait studi kasus transportasi dianggap kurang berkenan,” ujar Emil dalam instagramnya, Senin (24/10/2022).
Seperti apa sebenarnya kinerja LRT Palembang? Laman resmi Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), menyebutkan, LRT Palembang mulai beroperasi sejak 2018 untuk mendukung perhelatan Asian Games dengan investasi Rp10,9 triliun.
Jumlah penumpang LRT Palembang dinilai belum maksimal. Pandemi Covid-19 bahkan semakin memperburuk kondisi volume penumpang LRT. Pemprov Sumsel mencatat jumlah penumpang LRT Sumsel saat mulai dioperasikan pada 2018 sebanyak 927 ribu penumpang.
Angka itu meningkat menjadi 2,6 juta orang pada 2019, kemudian turun ke 1,1 juta orang pada 2020 dan naik sedikit ke 1,5 juta orang pada 2021 lalu.
Berbagai cara pun ditempuh guna menambah pengguna LRT Palembang. Salah satunya dengan meluncurkan angkot feeder.
Pada Agustus 2022, jumlah penumpang LRT tercatat naik ke 1,79 juta penumpang (lebih dari 100 ribu orang per hari) sejalan dengan adanya bantuan angkot feeder. Pada akhir tahun ini, jumlah penumpang ditargetkan sebanyak 2,7 juta orang.
Kendati begitu secara bisnis LRT Palembang belum “hijau”. Kepala Balai Pengelola Kereta Api Ringan Sumsel Dedik Tri Istiantara mengatakan, pendapatan LRT Palembang tercatat Rp 15 miliar. Sementara nilai subsidi untuk perintis LRT itu sebesar Rp 160 miliar per tahun.
Melihat realitas di atas, apa yang disampaikan Emil tak sepenuhnya keliru. Yang jelas LRT Palembang sampai saat ini masih butuh asupan dana untuk beroperasi.
Kereta Cepat Jakarta-Bandung
Kritik Ridwan Kamil ini mengingatkan kita pada proses pembangunan kereta cepat Jakarta Bandung yang belakangan kembali menjadi perbincangkan publik.
Banyak kalangan yang memperkirakan proyek prestisius ini akan meninggalkan beban di masa datang.
Adalah mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu yang kerap bersuara lantang soal KA cepat ini. Menurut Said Didu, proyek itu tak lebih dari cara China menjebak Indonesia.
“Jebakan Proyek Kereta Api Cepat China, Jakarta-Bandung adalah pintu masuk China untuk aneksasi infrastruktur strategis di Indonesia,” kata Said melalui akun twitter pribadinya.
Dalam pengamatan Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), proyek tersebut berpotensi merugikan keuangan negara.
“DPR dan aparat hukum wajib investigasi pembengkakan biaya atau cost overrun kereta cepat,” katanya di Jakarta, Rabu (10/8/2022).
Anthony merasa aneh bukan kepalang, mengapa China meminta pihak Indonesia yang menanggung pembengkakan investasi kereta cepat.
“Apakah China mencium aroma kurang sedap atas cost overrun ini, sehingga tidak mau menanggungnya?” ujar Anthony mempertanyakan.
Yang lebih aneh lagi, kata dia, Indonesia menyatakan akan mempertimbangkan permintaan China, seperti dijelaskan oleh Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso.
Sementara pangamat ekonomi Faisal Basri menyebut, kereta cepat ini sebetulnya tidak dibutuhkan.
“Kereta cepat Jakarta-Bandung ini kan, melawan akal sehat. Jadi common sense saja. Karena yang namanya kereta cepat itu adalah substitusi dari pesawat. Lagi pula saya naik kereta cepat tidak bisa berhenti di tengah kota Bandung. Saya harus berhenti di Padalarang, turun kereta naik kereta lagi. Mana ada proyek konyol di dunia ini. Akibatnya biaya membengkak, sehingga ini proyek rugi yang saya katakan ini sampai kiamat,” papar Faisal Basri seperti dikutip CNBC Indonesia.
Artinya, lanjut dia, proyek tersebut tidak akan balik modal. Sementara itu, proyek juga memiliki efek ekonomi yang terbatas karena pada umumnya kereta cepat dijadikan alat transportasi untuk perjalanan bisnis.
“Kalau membangun infrastruktur itu harus hati-hati, perencanaan harus saksama, sehingga proyek ini jadi prioritas untuk menyelesaikan masalah mendasar. Untuk kereta cepat prioritasnya tidak ada. Akhirnya terpaksa dana rakyat masuk untuk menutupi bolongnya. Padahal ini bukan proyek kepentingan rakyat banyak,” ungkap Faisal.
Sejalan dengan Faisal, ekonom Prof Didik J Rachbini menilai proyek kereta cepat adalah proyek mengada-ada yang dipenuhi skandal.
Ia menyebut proyek tersebut adalah proyek mubazir dan kesalahan dari pucuk pimpinan.
“Ya, ini skandal besar dan DPR harus bergerak, jalankan fungsi kontrolnya. Jangan hanya jadi ‘pajangan’. Sejak 2020 dan 2021, DPR sudah jadi ‘pajangan’ karena tidak bisa lagi menentukan anggaran, sekarang waktunya untuk bangkit dong. Bentuk pansus kereta cepat China,” tegas Didik yang juga Rektor Universitas Paramadina Jakarta itu.
Kecaman para ekonom tadi adalah buah dari kebijakan pemerintah yang terus berganti dan cenderung tunduk dengan kemauan China.
Presiden Jokowi misalnya, merestui penggunaan APBN melalui penyertaan modal negara (PMN) dan penjaminan pemerintah dalam proyek tersebut.
Padahal sebelumnya, Jokowi berjanji proyek ini tidak akan menggunakan dana negara.
Belum lagi progress pembangunannya yang berjalan lamban dan molor dari target. Pemerintah pada awalnya menargetkan proyek kelar pada 2019. Tapi, hingga kini proyek belum juga selesai.
Masalah lainnya adalah terkait pendanaan. Perhitungan KAI sebagai anggota konsorsium, kereta cepat butuh dana 8 miliar dolar US atau Rp114,24 triliun.
Padahal sebelumnya, China hanya menawarkan 6,07 miliar dolar atau sekitar Rp86,67 triliun (kurs Rp14.280 per dolar AS) Jumlah itu belum termasuk estimasi tanggung jawab sponsor dalam membiayai pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar Rp4,1 triliun.
Tarif Kereta Cepat
PT KAI sendiri akan mengenakan tarif kereta cepat berkisar Rp250 ribu sampai Rp350 ribu. Satu rangkaian kereta cepat terdiri dari delapan kereta dengan kapasitas 601 tempat duduk yang terbagi menjadi VIP class sebanyak 18 kursi, first class 28 kursi dan dan second class 555 kursi.
“Saat ini tarif tersebut masih terus dikaji dalam berbagai aspek,” ujar VP Public Relations KAI Joni Martinus dalam keterangan tertulisnya, Rabu (3/8/2022)
Dia menuturkan, saat ini progres fisik pembangunan kereta cepat telah mencapai 76 persen dan ditargetkan akan dilakukan tes dinamis pada November mendatang bertepatan dengan perhelatan Presidensi G20.
Menggunakan moda transportasi ini, masyarakat dapat menempuh perjalanan dari Jakarta ke Bandung atau sebaliknya hanya 36-45 menit dengan kecepatan maksimal 350 km per jam.
Kereta Cepat Jakarta-Bandung akan beroperasi di jalur ganda sepanjang 142,3 km yang akan berhenti di empat stasiun yaitu Stasiun Halim Jakarta, Karawang, Padalarang, dan Depo Tegalluar Bandung.
Pengelola menyiapkan feeder kereta atau kereta pengumpan untuk mendukung operasional kereta cepat dari Padalarang ke Bandung.
Balik Modal 40 Tahun
Awalnya demand forecast (2017) menunjukkan jumlah penumpang kereta cepat per hari bisa mencapai 61.157 orang.
Kemudian studi Polar Universitas Indonesia yang dilakukan Juni 2021 menemukan, jumlah itu turun menjadi 31.215 penumpang per hari.
Penurunan yang hampir separuh dari permintaan awal ini salah satunya akibat rencana pemindahan ibukota ke Kalimantan.
Dengan nilai investasi yang membengkak menjadi Rp114 triliun, perkiraan jumlah penumpang dan harga tiket yang ditetapkan, maka proyek ini paling cepat akan balik modal dalam 40 tahun. Padahal asumsi awalnya hanya sekitar 20 tahun.
“Saat ini perhitungan FS (feasibility study) masih belum final, kemarin sempat di angka 40 tahun, namun masih kita coba evaluasi agar kira-kira apakah ada lagi potensi revenue stream atau strategi bisnis yang lain yang bisa membuat BEP (break even point) bisa lebih kecil dari 40 tahun,” kata kata Direktur Utama Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Dwiyana Slamet Riyadi dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi V, Senin (7/2/2022) lalu.
Apakah semua perhitungan itu akan berubah lagi? Jangan sampai kereta cepat ini bukan sekadar mendapat kritik dari Ridwan Kamil seperti LRT Palembang, tetapi meninggalkan beban utang bagi generasi mendatang.